REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri mengaku tengah memburu "bos" kasus judi bola "online" yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Jakarta, Senin, mengatakan pihaknya telah bekerjasama dengan Ditreskrimsus Polda Kepulauan Riau untuk menangkap "atasan" tersangka Herman alias Ahok dan Ket Bun alias Abun yang ditangkap pada Sabtu (2/11) dalam kasus judi bola "online".
"Kami sedang mencari bos dibalik tersangka Ahok dan Abun. Kedua tersangka ini diketahui menerima bayaran tiap bulan. Yang bayar ini kabur, sedang kami buru," katanya.
Arief mengatakan penyidik Dittipdeksus Bareskrim Polri sedang meminta identitas buronan itu kepada Polda Kepulauan Riau yang sebelumnya melakukan penangkapan.
"Pokoknya bosnya ada satu orang, orang Indonesia. Kami berharap ia masih berada di Batam supaya mudah ditangkap," katanya.
Sebelumnya, Herman alias Ahok dan Ket Bun alias Abun ditangkap di Kompleks Ruko Tanah Mas Blok A Nomor 1, Sei Panas, Batam pada Sabtu (2/11).
Keduanya mengoperasikan permainan judi bola "online" dengan skema mendompleng (relay) siaran langsung sepak bola yang disiarkan di televisi tanpa sepengetahuan stasiun televisi tersebut.
Sistem judinya menggunakan rekening dimana pemain yang akan berjudi "online" tersebut harus memiliki rekening di salah satu bank, kemudian yang bersangkutan harus deposit ke rekening pengelola judi "online" tersebut. Dengan begitu, pemain akan mendapatkan akun (username) dan kata kuncinya (password).
Ketika menang, pemain mendapat pembayaran dari rekening lain, yang berbeda dengan rekening penampung uang hasil kejahatan berjudi.
"Server" judi "online" tersebut berpusat di Filipina menggunakan website www.sbobet.com yang hanya bisa memfasilitasi transaksi rekening dengan mata uang peso, dolar AS dan lainnya, namun bisa melayani transaksi rupiah melalui www.indobet.com dan www.raja303.com.
Dalam penggerebekan, penyidik menyita 15 komputer dengan "hardisk" di masing-masing komputer sebesar 500 Gigabyte.
Dua tersangka yang telah ditahan di Batam tersebut terancam dijerat Pasal 303 KUHP, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.