REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana menilai ada tiga hal yang perlu dipelajari untuk dapat memberikan respons atas surat balasan Tony Abbott.
Pertama, dari kacamata subjektif Presiden dan jajarannya, apakah surat balasan Abbott sudah menjawab secara memadai apa yang diinginkan oleh pemerintah.
Kedua, perlu juga dipelajari apakah surat balasan dari Abbott sudah memadai bagi mayoritas masyarakat Indonesia. "Jangan sampai terjadi situasi dimana menurut Presiden surat balasan sudah memadai, namun menurut publik belum. Pendapat publik perlu diperhatikan untuk menghindari kemarahan publik yang saat ini ditujukan ke Australia akan justru berpindah ke pemerintah," katanya.
Hikmahanto mengatakan bila pemerintah berpendapat bahwa surat balasan dari Abbott belum memadai dan juga menurut publik Indonesia maka Presiden perlu mengambil tindakan yang paling keras dan tegas yang dimungkinkan menurut praktik antarnegara dengan mempertimbangkan menjaga kelangsungan hubungan diplomatik Indonesia Australia.
"Di sinilah perlunya tindakan ketiga yaitu memikirikan tindakan apa yang seharusnya dilakukan. Salah satu usulan respons pemerintah adalah pengusiran sejumlah diplomat Australia dalam waktu 1x24 jam," kata Hikmahanto.
Dalam pengusiran dan sejumlah diplomat negeri kanguru itu, pemerintah tidak perlu meminta penjelasan lebih lanjut ataupun mengharap surat balasan berikut dari Abbott. "Bila tindakan ini telah dilakukan dan tidak ada balasan pengusiran diplomat Indonesia dari Australia ini mengindikasikan bahwa Australia mengakui penyadapan yang mereka lakukan. Mereka tidak bisa menyampaikan secara eksplisit di ruang publik," katanya.
Menurut Hikmahanto, dengan pengusiran diplomat maka permasalahan penyadapan dianggap selesai oleh kedua negara dan selanjutnya adalah proses penyembuhan (healing) hubungan diplomatik kedua negara.