REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang, MSi menilai, kasus penyadapan yang dialami Indonesia menggambarkan bahwa negara masih lemah dalam mengelola teknologi informasi (TI) dalam percaturan global.
"Penyadapan tersebut menggambarkan bahwa negara kita memiliki kelemahan dalam mengelolah teknologi informasi dalam percaturan global," kata Ahmad Atang terkait kasus penyadapan yang dilakukan Australia.
Intelijen Australia dilaporkan melakukan penyadapan terhadap telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono, serta sejumlah pejabat penting negara Indonesia lainnya.
Menurut Ahmad Atang, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar secara geopolitik dan geostrategik, sehingga rawan disadap negara lain yang memiliki kepentingan terhadap Indonesia. Ahmad Atang yang juga Pembantu Rektor I UMK itu mengatakan, Indonesia sebagai negara besar yang secara geografis berbentuk kepulauan, memiliki konsekuensi politik yang relatif besar terhadap kepentingan pihak luar.
Karena itu, dibutuhkan kemampuan negara dalam mengelolah wilayah teritorial dari usaha penyadapan oleh pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan keterbukaan akses informasi untuk mengetahui kelemahan Indonesia. "Kasus penyadapan tersebut dapat dilakukan karena kita relatif tidak mampu melakukan pengamanan terhadap diri kita sendiri sehingga orag luar dengan mudah masuk dan mencuri informasi tentang Indonesia," ucapnya.
Untuk itu, para pemimpin bangsa ini harus melakukan introspeksi diri sebelum menyalahkan pihak lain, tukas dia. "Artinya, bagi saya, fakta penyadapan tersebut menggambarkan bahwa negara kita memiliki kelemahan dalam mengelolah teknologi informasi dalam percaturan global. Kita harus berbenah diri dan tidak perlu menyalahkan pihak lain," katanya, menegaskan.