REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga elpiji nonsubsidi tabung 12 kg dikhawatirkan sejumlah kalangan akan memicu migrasi konsumen untuk menggunakan elpiji subsidi tabung 3 kg. Ujung-ujungnya, beban belanja subsidi elpiji dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Meskipun begitu, Menteri Keuangan Chatib Basri berpendapat lain. "Saya belum tahu (belanja subsidi bertambah). Kalau migrasi, belum tentu menambah subsidi," ujar Chatib kepada wartawan saat ditemui di kantornya, Jumat (3/1).
PT Pertamina (Persero) per 1 Januari 2014 resmi menaikkan harga nonsubsidi elpiji tabung 12 kg sebesar 68 persen. Rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959 per kg atau dengan kata lain kenaikan harga per tabung 12 kg adalah Rp 47.508. Dengan demikian, harga elpiji 12 kg akan mencapai Rp 117.708 per tabung.
Salah satu dalih kenaikan ini adalah untuk menekan kerugian bisnis elpiji 12 kg yang mencapai rata-rata Rp 6 triliun per tahun. Menurut Chatib, pemerintah dan Pertamina harus melihat langkah-langkah yang harus dilakukan. "Kemungkinannya bisa distribusi tertutup atau langkah-langkah lain. Saya belum tahu detilnya," kata Chatib.
Sebagai gambaran, dalam APBN Perubahan 2012, subsidi elpiji tabung 3 kg tercatat Rp 29,126 triliun dengan volume 3,606 juta kg. Sedangkan pada APBNP 2013 subsidi elpiji tabung 3 kg meningkat menjadi Rp 31,523 triliun dengan volume 4,394 juta kg. Dalam APBN 2014, subsidi elpiji tabung 3 kg diproyeksikan Rp 36,77 triliun dengan volume 4,783 juta kg.
Wakil Menteri Keuangan II, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, menambahkan, "Saya dari dulu bilang kalau Pertamina mau naikkan elpiji 12 kg, harus dipastikan bahwa tidak ada migrasi besar-besaran ke elpiji 3 kg, karena itu hanya akan menambah subsidi ujungnya. Kemudian, saya baru tahu bahwa harganya tidak bisa dipatok diakhir, tapi harus ada ketegasan."
Menanggapi polemik yang ada, Bambang menilai, Pertamina tidak tegas menetapkan harga jual elpiji. Sehingga beban beralih ke pelanggan. Pengendalian harga itu, kata Bambang, tidak cukup hanya pada tingkat agen dan distributor. "Harus dibatasi sampai pelanggan itu maksimal sekian. Jadi, margin agen, distributor, termasuk biaya transportasinya itu harus ditegaskan," ujar Bambang.