REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ferry Kisihandi
Kegembiraan menyelimuti Mutussam Abu Karsh (16 tahun). Ia merasakan kebebasan setelah mampu menaklukkan ketinggian Kilimanjaro, Tanzania, hingga 5.895 meter. “Ini pertama kalinya saya benar-benar bebas,” katanya seperti dikutip Al Arabiya, Selasa (18/2).
Tak ada tembok pemisah, perbatasan, pos pemeriksaan, dan tak ada para tentara yang bersiaga dengan senjatanya. Puncak Kilimanjaro disebut Uhuru. Dalam bahasa Swahili memiliki arti kebebasan.
Ini sangat berarti bagi Mutussam yang berasal dari Gaza, Palestina. Remaja Palestina ini tak mendaki Gunung Kilimanjaro sendirian. Ia bersama rekan perempuannya yang berjilbab, Yasmeen Najjar (17 tahun).
Baik Mutussam maupun Yasmeen kehilangan salah satu kakinya sejak masih kecil. Mutussam tak berkaki lengkap saat usianya baru saja menginjak tujuh tahun. Amunisi yang ditembakkan sebuah tank Israel meledak di dekatnya menyebabkan kakinya putus.
Sedangkan Yasmeen, mengalami kejadian nahas saat usianya tiga tahun. Sebuah bus menabrak rumahnya, di Desa Boreen, Tepi Barat, Palestina.
Aksi mereka menaklukkan puncak Kilimanjaro merupakan bagian dari kampanye penghimpunan dana. Terutama bagi anak-anak di sejumlah negara Timur Tengah yang menderita akibat perang. Mereka mewakili Palestinian Children"s Relief Fund"s (PCRF).
Kedua remaja ini berharap dapat menggalang dana hingga 100 ribu dolar AS. Uang tersebut rencananya digunakan untuk perawatan medis anak-anak korban perang.
Dalam kampanye ini, PCRF melengkapi dua pendaki gunung itu dengan kaki palsu. Yasmeen berharap, pendakian Kilimanjaro membangkitkan harapan dan menginspirasi anak Palestina. “Saya ingin menunjukkan ke anak-anak lainnya seperti saya, mereka bisa melakukan apa pun.”
Tak ada rintangan yang terlalu besar atau gunung yang terlalu tinggi untuk didaki. Semua itu bisa dilalui bila seseorang yakin mampu menaklukkannya.
Langkah yang Yasmeen dan Mutussam lakukan menunjukkan, semua orang bisa kalau memperoleh kesempatan.
Perjalanan ke Kilimanjaro yang dilakukan Yasmeen dan Mutussam dengan sebutan Climb of Hope diorganisasi oleh pendaki Palestina, Suzanne al-Houbly. Ia merupakan perempuan Arab pertama yang mencapai puncak Everest pada 2011.
Rombongan yang dipimpin pendaki perempuan itu mencapai puncak Kilimanjaro pada akhir Januari 2014. “Saya ikut karena ingin mereka percaya diri,” ujar Suzanne.
Menurut dia, semua orang membutuhkan harapan. Dan, proyek kemanusiaan yang digagas PCRF, kata Suzanne, terkait dengan harapan dan masa depan yang lebih baik.