REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyo Pramono meminta pengacara bermasalah untuk tidak berkeliaran di Kejaksaan Agung (Kejakgung). Para pengacara tanpa kepentingan dinilai dapat berpotensi melakukan perbuatan melanggar ketika bertemu dengan jaksa.
Menanggapi ini, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menyatakan dukungannya bila itikad jaksa mengimbau itu demi tertutupnya kesempatan ‘main mata’ antara pengacara dengan jaksa. Khususnya, pengacara yang tengah menangani sebuah perkara.
“Kami dukung, asal jangan ditutup aksesnya secara menyeluruh, harus ada kriteria khusus. Kalau pengacara itu datang karena harus mengurus proses hukum tersangka, masa ditutup,” kata pengurus Peradi Defrizal Djamaris dihubungi Republika di Jakarta, Jumat (7/2).
Defrizal mengatakan, Peradi memahami atas niatan Kejakgung untuk menutup akses bagi pengacara yang tanpa kepentingan datang ke markas kejaksaan. Menurutnya, mafia kasus bisa memanfaatkan kesempatan mana kala Kejakgung tak steril dari pengacara.
Namun menurutnya, secara professional Kejakgung juga harus memahami cara kerja pengacara yang dipayungi hukum. Dia berujar, pengacara dan klien berhak mengetahui informasi perkembang dari kasus yang tengah dihadapi.
“Kalu konteks kami mendampingi penyelidikan dan audiensi, kami tentu boleh masuk, itu pun kami akan membekali diri dengan surat izin,” ujar dia.
Ia menambahkan, cita-cita mendisplinkan kejaksaan memang tak hanya bisa dilakukan oleh Korps Adhyaksa. Peran eksternal pun diperlukan. Sehingga dalam hal ini, pengacara juga harus memahami imbauan yang dilontarkan Jampidsus.
Dia berujar, ke depan, Peradi akan segera mendiskusikan imbauan ini dan segera mengambil sikap. Koordinasi dengan Kejakgung pun akan dilakukan agar imbauan ini dapat diterima oleh pengacara secara luas.
“Kami dukung, namun tentu ada hak-hak pengacara yang sesuai dengan UU (Undang-undang). Selama kunjungan itu tidak melanggar hukum, jadi ya jangan ditutup sepenuhnya,” kata dia.