Rabu 12 Mar 2014 13:49 WIB

Populasi Trenggiling di Kotim Terus Menyusut

Trenggiling
Trenggiling

REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Maraknya perburuan dan perambahan kawasan hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah semakin mengancam populasi trenggiling (manis javanica) di daerah itu.

"Populasi trenggiling di Kotim makin menyusut karena perburuan liar dan habitatnya makin menyempit akibat pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit dalam skala besar," kata Komandan Pos Jaga Sampit Balai Konservasi Sumber Daya Alam Daerah Kalteng, Muriansyah di Sampit, Rabu (12/3).

Sebelumnya BKSDA Sampit menggagalkan penyelundupan sisik trenggiling seberat 73 kilogram yang rencananya dikirim ke Jakarta melalui jasa pengiriman di Bandara H Asan Sampit. Diperkirakan, nilai sisik trenggiling yang gagal diselundupkan tersebut mencapai ratusan juta rupiah karena harganya di Pulau Jawa berkisar antara Rp4,5 juta hingga Rp 5 juta per kilogramnya.

Hingga saat ini BKSDA masih menyelidiki kasus ini bekerjasama dengan aparat terkait di Jakarta yang menjadi alamat tujuan paket perdagangan sisik satwa dilindungi tersebut. Sedangkan di Sampit, BKSDA kesulitan menelusuri karena pelaku menggunakan alamat palsu dan langsung kabur ketika gelagatnya mulai dicurigai petugas.

Populasi trenggiling di Kotim, kata Muriansyah, sering ditemukan di hutan yang belum tersentuh perambahan perkebunan maupun aktivitas lainnya. Di antaranya di hutan kawasan Sebabi, Telaga Pulang, Mentaya Hulu, Parenggean dan Antang Kalang.

Trenggiling biasanya akan keluar hutan jika mulai kesulitan mendapatkan makanan di habitat aslinya. Selain itu, maraknya perburuan di hutan juga membuat populasi binatang pemakan semut ini makin menyusut.

Pembukaan hutan secara besar-besaran di Kotim, khususnya untuk perkebunan kelapa sawit, punya pengaruh besar terhadap kelestarian satwa-satwa liar seperti orangutan, trenggiling dan lainnya yang kini terancam punah.

"Sekarang populasinya makin berkurang karena sering ditangkap warga dan dijual dengan harga antara Rp 300.000 hingga Rp 500.000 per ekor kepada pengepul. Ini menjadi perhatian serius kami untuk menghentikannya," jelas Muriansyah.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement