REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syeikh Agung Al Azhar (1996-2010) Prof Dr Mohamed Sayed Tantawi (almarhum) semasa hidupnya sempat menjadi sasaran kritik dari kalangan publik Mesir dan Timur Tengah ketika "mengamini" sikap pemerintah Prancis dalam menerapkan undang-undang larangan pemakaian jilbab.
Pemerintah Prancis menerapkan undang-undang larangan pemakaian jilbab di tempat umum bagi warga Muslimah di negeri eksotik Eropa tersebut.
"Prancis memiliki hak untuk mengatur negaranya, dan warga Muslim sebagai penduduk minoritas hendaknya mematuhi undang-undang setempat," begitu pendapat Syeikh Tantawi yang dikenal sebagai tokoh moderat tersebut.
Pernyataan Prof Tantawi itu disampaikan di Kantor Syeikh Agung Al Azhar di Kairo pada 2005 usai menerima kunjungan Menteri Dalam Negeri Prancis, Nicolas Sarkozy.
Sarkozy yang belakangan menjadi Presiden Prancis (2007-2012) sebelum kalah bersaing dengan lawan politiknya, Farncois Hollande, dalam pemilu itu dikenal getol melahirkan undang-undang pelarangan jilbab yang diterapkan di masa Sarkozy menjabat Mendagri.
Akibat kecaman dari dunia Islam karena pelarangan jilbab tersebut, Mendagri Sarkozy pun berusaha mendekati Syeikh Agung Al Azhar untuk membendung amarah umat Muslim.
Sarkozy sengaja mendekati Prof Tantawi karena Syeikh Agung Al Azhar yang memimpin lembaga pendidikan Islam terbesar di dunia itu memang sangat disegani di dunia Islam.
Kedudukan Syeikh Agung Al Azhar sendiri dalam sistem protokoler kenegaraan Mesir setara dengan perdana menteri.
Itulah sebabnya, Sarkozy dinilai berhasil mendekati Syeikh Tantawi di tengah kecaman dan aksi demo simpatisan jilbab di Prancis dan aksi solidaritas dan beberapa negara lainnya.
Pengamat sosial politik Mesir Fahmi Huweidi menilai penerapan larangan berjilbab di Prancis itu merupakan bagian dari momok fobia Barat terhadap Islam.
Padahal di Mesir, pemakaian jilbab tidak hanya dilakukan oleh kaum Muslimah, tapi banyak juga wanita Kristiani Koptik memakai jilbab.
Selain di tempat umum, banyak kalangan wanita Kristiani Koptik juga memakai jilbab saat beribadah di gereja setempat, serupa dengan jilbab kaum Muslimah.
Kendati demikian, urusan jilbab ini kerap muncul sebagai isu internasional, bukan saja di negara-negara Barat tapi juga di negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Turki, misalnya, pada 1999 mencabut kewarganegaraan Merve Kavakci, anggota parlemen, gara-gara memakai jilbab saat menghadiri sidang di gedung parlemen.
Belakangan, undang-undang anti-jilbab itu dicabut setelah partai Islam pimpinan Recep Tayyip Erdogan berkuasa di negeri sekuler tersebut.
Sementara itu, pada awal tahun ini, dunia dikejutkan dengan gerakan Hari Berjilbab se-Dunia, World Hijab Day, yang dipelopori Nazma Khan, wanita berwarga negara Amerika Serikat.
Fenomena Fatin Shidqia
Pesona penyanyi remaja fenomenal Indonesia, Fatin Shidqia Lubis (17 tahun), senantiasa menghadirkan jilbab "ramah lingkungan".
Pemenang ajang kompetisi musik akbar, X-Factor Indonesia, pada 2013, itu kini membalikkan kesan berjilbab dari sebelumnya merupakan momok ketakutan kalangan tertentu, menjadi modis wanita Muslimah masa kini.
Wartawan Prancis, yang bertugas liputan di Indonesia dan menyaksikan Fatin menyanyi di X Factor, pun menyatakan kagum dengan pesona jilbab sang idola baru kaum remaja itu.
Kekaguman wartawan Prancis terhadap Fatin itu diungkapkan Anggun Cipta Sasmi, artis Prancis kelahiran Indonesia yang juga sebagai anggota dewan juri X Factor Indonesia.
"Minggu lalu aku didatengin dua wartawan dari Prancis yang meliput kegiatan aku selama 48 jam. Mereka bilang kamu (Fatin) itu penyanyi unik, berkarakter, dan mereka menyatakan kekagumannya, terlebih karena Fatin berbalut jilbab," turur Anggun ketika mengomentari Fatin di malam Grand Final X Factor pada 17 Mei 2013.
Anggun mengamini kekagungan wartawan Prancis tersebut dan menegaskan, "selain suara, jilbab Fatin juga fashionable".
Pujian senada datang dari Ahmad Dhani. "Fatin telah membuka jalan dan menjadi contoh bahwa berjilbab tidak menghalangi seorang wanita untuk meniti karir sebagai penyanyi top berkelas dunia".
Fatin Shidqia, yang mengaku mulai berkomitmen berjilbab atas kemauannya sendiri sejak kelas 1 SMU itu dipuji banyak kalangan karena pesona jilbabnya.
Putri imut kelas 3 SMA 97 Jakarta itu mula-mula mengenakan jilbab biasa seperti wanita kebanyakan saat tampil pertama kali di audisi X Factor Indonesia.
Tapi, seiring melewati tahap-tahap kemenangannya di X Factor Indonesia, polesan kostum dan jilbab Fatin pun mulai modis arahan mentornya, Rossa Roslaina Handiyani, pelantun lagu Ayat-Ayat Cinta.
Kalangan penyanyi top kelas dunia seperti Paula Abdul dari Amerika Serikat, Louis Walsh dari Inggris, dan Daniel Bedingfield dari Selandia Baru juga menyatakan kekaguman mereka terhadap suara dan penampilan Fatin.
"Kereeeen...keren banget, Fatin..." kata Bedingfield dalam bahasa Indonesia saat mengomentari penampilan mengagumkan Fatin di malam "X Factor Around The World"pada Agustus tahun lalu.
Selain pujian para artis, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun memberi dukungan moral kepada Fatin lewat surat terbuka.
Nama Fatin sendiri dalam bahasa Arab bermakna indah, menawan, memukau.
Di Mesir, kata "fatin" amat terkenal dengan adanya aktris legendaris bernama Fatin Hamama, mantan istri aktor ternama dunia, Omar Sharif.
Alhasil, Fatin Shidqia, yang kini membina karir sebagai penyanyi, bintang film, fashion dan pegiat sosial itu tak pelak lagi membawa angin segar dan memberi dampak positif dalam memasyarakatkan jilbab "ramah lingkungan". (Munawar Saman Makyanie)