REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar menyampaikan, jangan sampai ada upaya, untuk membelokan sejatah pada masa lalu. Haris menyoroti pernyataan mantan kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen, dalam sebuah diskusi yang menyatakan ada pasukan lain di luar tim Mawar yang melakukan penculikan aktivis pada 1998.
Menurut dia, pengakuan Kivlan itu wajib didalami. Pasalnya, jangan sampai ada sebuah upaya untuk membelokan fakta. Mengingat, Kivlan adalah orang dekat Prabowo Subianto, kala masih aktif di tentara. Dia menyatakan, dalam konteks kasus penculikan aktivis, nama Prabowo disebut dalam sidang Dewan Kehormatan Perwira.
"Munculnya Kivlan dalam situasi akhir-akhir ini adalah bagian dari upaya memperkuat argumentasi untuk mendukung Prabowo menjadi Presiden," kata Haris di Jakarta, Jumat (2/5).
Haris menilai, petinggi militer pada masa sebelum reformasi harus dimintai tanggung jawab atas dugaan pelanggaran HAM. Karena itu, usul dia, Kivlan juga sebenarnya bisa dimintai keterangan. "Tapi, kalau melihat debat di televisi lalu, buat saya ini cuma upaya mempertahankan posisi Prabowo untuk capres," katanya.
Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos mengatakan, pengakuan HAM adalah nilai universal dalam kehidupan modern. Penghargaan terhadap HAM berarti adalah perlindungan terhadap hak individual warga negara.
Karena itu, sangat penting memperhatikan rekam jejak seorang capres tentang penghargaanya kepada HAM. Dan, harus diakui pula, Prabowo Subianto, sebagai seorang capres masih mempunyai ganjalan dari masa lalu. "Ini yang belum tuntas dijelaskan Prabowo," kata Bonar.