Jumat 09 May 2014 19:06 WIB

Jaksa Heran Boediono Gunakan Psikologi Pasar untuk Status Century

Rep: Gilang Akbar Prambudi/ Red: A.Syalaby Ichsan
Wakil Presiden Boediono beristirahat sejenak disela sela memberi kesaksiannya dalam sidang kasus dugaan korupsi Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (9/5).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Wakil Presiden Boediono beristirahat sejenak disela sela memberi kesaksiannya dalam sidang kasus dugaan korupsi Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Jaksa KPK menanyakan soal tolak ukur atau pedoman yang digunakan Bank Indonesia (BI) dalam menilai Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.  

Jaksa Ahmad Burhanudin menanyakan, apakah memorandum of understanding (MoU) dengan perbankan Eropa ketika itu turut menentukan pemberian status Bank Century sebagai bank gagal sistemik. 

Boediono mengatakan, BI tak hanya menggunakan pedoman dari  satu wilayah. Standar penentuan bank gagal berdampak sistemik Uni Eropa yang ada ini pun ditambah dengan pengalaman Indonesia di tahun 1998.

“Kita tambah juga yang dari Indonesia, seyogyanya itu pantas dimasukan karena pengalaman sudah jelas dirasakan,” kata dia.

Boediono berujar, penanggulangan acaman krisis di tahun 2008 dapat ditangani dengan baik karena saat itu banyak pejabat BI yang sudah pernah menghadapi situasi serupa pada tahun 1998. Sehingga, pengalaman yang mereka miliki ini dipandangnya ampuh untuk mengatasi gejala krisis 2008.

“Kita gunakan contoh konkret pada tahun 1998 sebagai contoh, di sana psikologi pasar juga dimasukan,” kata Boediono. Kemudian, jaksa menanyakan jika MoU antara BI dengan perbankan Eropa tidak ada ketentuan psikologi pasar.  Jaksa pun kembali menanyakan dasar hukum BI menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

 “Itu disesuaikan dengan kondisi, karena dalam MoU pun ada makna kata ‘antara lan’. Apa tidak boleh dimasukan perhitungan lain sesuai analisa?” ujar Boediono balik bertanya. Jaksa kembali bertanya, "Ada ahli psikologi pasar yang dilibatkan?

“Tidak perlu, mengundang dari luar negeri apalagi. Banyak pejabat BI yang dulu merasakan krisis 1997-1998 masih bekerja di BI. Saya sendiri dulu adalah direktur, ibu Miranda juga, ada Budi Mulya dan lainnya yang sudah ahli luar biasa,” ujar Boediono.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement