REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- LSM Progress 98 melaporkan dana kampanye Jokowi ke KPK, Jumat (30/5) kemarin. Laporan itu tiga buah rekening yang disinyalir merupakan bagian dari penggalangan dana untuk pencapresan Jokowi dan JK di pilpres.
Lewat tiga rekening itu, Jokowi menerima sumbangan dari publik. Hal ini yang menjadi dasar laporan LSM tersebut ke KPK. Mereka menilai, Jokowi yang belum resmi cuti dari gubernur DKI Jakarta, tidak boleh sembarangan menerima sumbangan dari luar.
"KPK harus harus tegas, kita ada bukti kalau transfer ada (masuk ke rekening yang dimaksud). Jokowi tidak boleh (menerima gratifikasi) karena masih melekat sebagai jabatan sebagai gubernur, hanya cuti," ucap Ketua LSM Progress 98, Faizal Assegaf, lewat keterangan pers yang diterima ROL, kemarin.
Adapun rekening yang disebut adalah BRI cabang Mall Ambassador, Bank Mandiri KCP Jakarta Mega Kuningan dan Bank BCA KCP Mega Kuningan. Semua rekening dibuat atas nama Joko Widodo atau Jusuf Kalla.
Pejabat negara, kata Faizal, tidak diperbolehkan melakukan penggalangan dana yang dapat dinilai sebagai pemberian hadiah atau gratifikasi.
Namun laporan LSM Progress dianggap tak relevan oleh pengamat hukum Refly Harun. Menurutnya, beda antara dana kampanye dengan gratifikasi. "Kalau rekening dana kampanye kan terbuka. Yang penting, identitas penyumbang jelas. Kalau rekening bank itukan identitas harus jelas dan ada laporannya," tukas dia.
Sedangkan pihak KPK mengeluarkan pernyataan bahwa tak masalah apabila pejabat menerima dana terkait pemilu. Namun asalkan sesuai ketentuan UU Pilpres.