Senin 21 Mar 2022 15:26 WIB

Politikus Gerindra Sarankan Haris Minta Maaf ke Luhut Jika tak Bisa Buktikan Tuduhannya

Habiburokhman juga menyarankan Luhut untuk menerima permintaan maaf tersebut.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Direktur Lokataru Haris Azhar (kanan) didampingi kuasa hukum tiba untuk menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/3/2022). Haris Azhar menjalani pemeriksaan perdana pascaditetapkan sebagai tersangka bersama Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang diunggah melalui akun Youtube Haris pada 20 Agustus 2021.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Direktur Lokataru Haris Azhar (kanan) didampingi kuasa hukum tiba untuk menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/3/2022). Haris Azhar menjalani pemeriksaan perdana pascaditetapkan sebagai tersangka bersama Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang diunggah melalui akun Youtube Haris pada 20 Agustus 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Habiburokhman menyayangkan penetapan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan. Ia meminta kasus ini diselesaikan melalui mekanisme restorative justice.

"Kami berharap agar kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut Panjaitan oleh Haris Azhar dan Fatia tetap diselesaikan dalam koridor restoratif justice, baik di tingkat penyidikan, penuntutan maupun persidangan di pengadilan," kata Habiburokhman dalam keterangannya, Senin (21/3).

Baca Juga

Habiburokhman menekankan langkah hukum mestinya menjadi jalan terakhir dalam menyelesaikan permasalahan. Namun Haris-Fatia telah memenuhi panggilan Polda Metro Jaya pada hari ini terkait kasus tersebut.  "Agar proses hukum hanya dilaksanakan dalam konteks ultimum remedium atau jalan yang terakhir," lanjut Habiburokhman.

Oleh karena itu, Habiburokhman menyarankan Haris-Fatia dan Luhut duduk bersama mencari solusi damai. Salah satu cara menurutnya, bisa dilakukan Haris-Fatia dengan meminta maaf kepada Luhut.  "Sebagai pihak yang melontarkan tuduhan bahwa Luhut bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua dan beberapa tuduhan lain baiknya Haris - Fatia menunjukkan saja bukti-bukti tuduhan tersebut. Jika tidak bisa membuktikan ya mereka bisa meralat ucapannya dan meminta maaf. Hal ini sesuai dengan asas yang berlaku universal bahwa siapa yang menuduh, dialah yang harus membuktikan," ucap Habiburokhman.

Habiburokhman juga menganjurkan kubu Luhut menerima permohonan maaf Haris-Fatia agar kasus ini bisa selesai secepatnya tanpa harus ke meja hijau.

"Apabila Haris-Fatia tidak dapat membuktikan namun mereka meralat ucapannya dan meminta maaf, maka baiknya Luhut pun memaafkan mereka dan tidak melanjutkan langkah hukum. Sebab dengan adanya ralat dan permintaan maaf tersebut maka reputasi dan nama baik Luhut menjadi pulih," tutur Habiburokhman.

Sebelumnya, pada Jumat 18 Maret 2022, Haris dan Fatia ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya melalui Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka untuk masing-masing Nomor: B/4135/III/RES.2.5/2022/Ditreskrimsus dan Nomor: B/4136/III/RES.2.5/2022/ Ditreskrimsus tertanggal 17 Maret 2022. Pemberitahuan tersebut disampaikan pada keduanya pada hari Jumat malam sekitar pukul 21.00 WIB berikut dengan panggilan untuk dimintai keterangan sebagai Tersangka pada Senin, 21 Maret 2022.

Penetapan Tersangka tersebut merupakan tindak lanjut dari proses laporan polisi tertanggal 22 September 2021 oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan berkaitan dengan video yang terdapat dalam akun youtube Haris Azhar yang berjudul “Ada Lord Luhut di balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga ada!!” berdasar pada hasil riset Koalisi Masyarakat Sipil yang berjudul “Ekonomi Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya.” 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement