REPUBLIKA.CO.ID, Di sejumlah kota di dataran gurun timur laut Suriah, kelompok Negara Islam ISIS telah masuk dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari. Bahkan mereka berusaha memberikan contoh kehidupan di bawah hukum Negara Islam.
Provinsi timur Suriah, Raqqa menjadi tempat yang dapat menujukkan pola Negara Islam ISIS. Raqqa adalah kota pertama yang jatuh ke tangan pemberontak yang berusaha menggulingkan Presiden Bashar al-Assad.
Dalam setahun, kelompok ini pun juga berhasil mengalahkan para pemberontak saingannya. Para aktivis yang kritis pun tewas, hilang, atau melarikan diri ke Turki.
Dalam perkembangannya, ISIS mengembangkan dan membentuk Raqqa. Mereka melarang alkohol masuk, toko-toko ditutup pada sore hari sehingga jalanan sepi menjelang malam. Tak hanya itu, mereka menyediakan listrik dan air, membayar gaji, mengendalikan lalu lintas, dan menjalankan hampir semua kegiatan di bank hingga sekolahan, pengadilan dan masjid.
Komunikasi dengan dunia luar, termasuk kota-kota terdekat, hanya dapat dilakukan melalui pusat media Negara Islam. Kelompok ini pun mulai mempersiapkan berbagai layanan dan lembaga-lembaga.
"Kami adalah negara, satu emir, atau komandan, di provinsi ini. Berbagai hal sangat bagus di sini karena kita memerintah berdasarkan hukum Allah," tambahnya.
Sejumlah Muslim Sunni yang bekerja untuk pemerintah Assad juga tinggal di tempat tersebut setelah mereka bersumpah setia kepada kelompok itu.
"Mari kita katakan yang sebenarnya, mereka melakukan pekerjaan institusional besar. Hal ini mengesankan," kata seorang aktivis dari Raqqa yang sekarang tinggal di sebuah kota perbatasan di Turki seperti dilansir dari Reuters.
Dalam wawancara yang dilakukan dari jarak jauh, para warga, anggota Negara Islam, dan bahkan aktivis yang menentang kelompok tersebut menceritakan bagaimana mereka membangun struktur pemerintahan yang mirip dengan pemerintahan modern dalam waktu kurang dari satu tahun di bawah kepemipinan Abu Bakr al-Baghdadi.
Kemajuan kelompok itu pun membuat khawatir negara-negara regional dan Barat. Bahkan, bulan lalu Presiden AS Barack Obama menyebut kelompok itu sebagai "kanker" yang harus dihapuskan dari Timur Tengah.