Rabu 01 Oct 2014 13:55 WIB

Ini Penjelasan Perppu Pilkada tak Punya Argumentasi Hukum

Rep: c83/ Red: Joko Sadewo
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) berjalan berdampingan dengan Ketua KPU Husni Kamil Manik (kiri) sebelum pelantikan anggota DPR periode 2014- 2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10). Antara/Rosa Panggabean
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) berjalan berdampingan dengan Ketua KPU Husni Kamil Manik (kiri) sebelum pelantikan anggota DPR periode 2014- 2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10). Antara/Rosa Panggabean

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengatakan rencana presiden SBY yang akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tidak memiliki argumentasi hukum yang jelas. Ia menjelaskan, baik secara dasar hukum, prosedur, dan substansi perppu pilkada langsung tidak memenuhi syarat untuk diterbitkan.

Menurut Asep, secara substantif pembahasan RUU Pilkada disetujui oleh presiden yang diwakili oleh Mendagri. Sehingga menjadi tidak logis jika SBY tidak menyetujui apa yang sudah dibahas oleh menterinya. Hal tersebut dikarenakan, untuk pembahasan RUU harus mendapat persetujuan dua pihak baik pemerintah maupun DPR.

"Secara hukum ketatanegraan, SBY hanya mempunyai dua langkah hukum. Yaitu menandatangani atau tidak menandatangi undang-undang tersebut. Tidak ada pilihan lain secara hukum, termasuk untuk menerbitkan Perppu," ujar Asep Warlan Yusuf  saat dihubungi Republika Online (ROL), Rabu (1/10).

Ia menambahkan, jika SBY tetap menerbitkan Perppu maka tidak ada logika hukum yang dibentuk. Hal tersebut dikarenakan perppu dikeluarkan jika ada keadaann yang genting dan memaksa. Selain itu, implikasi hukum perppu diterbitkan tidak ada. Pasalnya, KPU tidak bisa bekerja dengan menggunakan perppu. KPU harus bekerja dengan UU definitif agar ada kepastian hukum. "Sikap pribadi SBY dan sikap Demokrat tidak bisa digunakan ke instrumen hukum ketatanegaraan," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement