REPUBLIKA.CO.ID, nJAKARTA -- Rencana Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI menyusun RUU Perlindungan Umat Beragama (PUB) mendapat tanggapan dari sejumlah tokoh agama dan kepercayaan.
Penganut aliran "Penghayat Kepercayaan" dari Jawa Barat Engkus Ruswana menyatakan, RUU PUB hendaknya tidak menyudutkan para penganut kepercayaan yang ada di Indonesia. Menurut Engkus, para penganut kepercayaan kerap mendapatkan pengucilan ketika meminta hak konstitusionalnya sebagai warga negara.
Salah satu contohnya, terkait pengosongan kolom agama pada KTP. Sebab, masyarakat awam kerap menyamakannya sebagai ateis, meskipun para penganut kepercayaan sendiri sebenarnya bertuhan.
I Ketut Parwata, tokoh pemuka umat Hindu Indonesia, RUU PUB sewajarnya bersifat darurat, alih-alih biasa. Sebab, dalam kondisi normal, tiap orang tidak perlu perlindungan dari penguasa politik karena kuatnya toleransi antarumat beragama sendiri.
Maka, Parwata mengatakan, kondisi dewasa ini dapat dikatakan tidak kondusif bagi toleransi beragama. Sehingga Pemerintah sampai merasa perlu membuat aturan terkait perlindungan umat beragama.
"Jadi kita harap, suatu saat ke depannya kondisi menjadi normal kembali," kata I Ketut Parwata.
Kemudian, I Ketut Parwata juga menekankan agar nanti di dalam teks RUU PUB tak ada kata-kata yang multitafsir. Negara harus tegas dalam membuat aturan yang tak memihak golongan tertentu.