Jumat 12 Dec 2014 12:45 WIB

KKP Gunakan Satelit Lacak Kapal Pencuri Ikan

Kementerian Kelautan dan Perikanan
Foto: rri.co.id
Kementerian Kelautan dan Perikanan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggunakan satelit untuk melacak dan mendeteksi kapal ilegal atau kapal pencuri ikan di wilayah perairan Indonesia.

"Berdasarkan pantauan dari satelit radar kami, masih banyak kapal-kapal ilegal yang mencuri ikan di perairan Indonesia," kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KKP Aryo Hanggono, Jumat (12/12).

Aryo mengatakan, beberapa wilayah perairan yang rawan pencurian ikan antara lain di perairan Natuna, perairan Sulawesi, dan Arafuru. 

"Wilayah itu memang lokasi tersubur (keberadaan ikan)," kata dia.

Hasil pencitraan satelit, kata Aryo, bisa menggambarkan lokasi dengan resolusi hingga tiga meter. Hal tersebut dinilai sangat memudahkan tim dari KKP dalam melacak keberadaan kapal pencuri ikan.

Aryo menjelaskan, KKP telah memiliki data dari kapal-kapal legal yang sudah diregistrasi oleh kementerian dan diberi tanda dengan bantuan alat transmiter. Sedangkan, lanjut dia, kapal ilegal tidak memiliki transmitter dari KKP.

"Jadi, kapal resmi yang sudah terdaftar di KKP itu ada tandanya, ada transmitter-nya. Jika dilihat dari satelit, akan kelihatan mana yang legal dan mana yang ilegal," jelas Aryo.

Ia juga mengatakan, penangkapan ikan secara ilegal bisa dikategorikan berdasarkan ukuran kapal, alat tangkap, penangakapan tanpa pelaporan, dan murni benar-benar kapal ilegal.

"Ada kapal yang terdaftar dengan ukuran 40 meter, tapi kenyataannya 200 meter. Ada kapal yang terdaftar, namun menggunakan alat tangkap yang tidak diperbolehkan. Ada kapal yang terdaftar tapi tidak melaporkan berapa banyak hasil tangkapannya. Dan ada juga kapal yang benar-benar ilegal," kata Aryo.

Beberapa waktu lalu Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengatakan Indonesia mengalami kerugian hingga 12,5 miliar dollar AS hingga 20 miliar dollar AS setiap tahunnya akibat penangkapan ikan secara ilegal.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement