REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Penurunan harga BBM bersubsidi (premium dan solar) yang berlaku 1 Januari 2015 tidak otomatis diikuti penurunan tarif angkutan dalam kota dan kebutuhan bahan pokok, kata Deputi Kepala Perwakilan BI Bandung Nita Yosita di Bandung, Selasa.
"Penyesuaian harga BBM bersubsidi tidak serta merta menurunkan ongkos angkutan kota dan kebutuhan pokok, itu perlu menjadi perhatian untuk menjaga inflasi tetap terkendali," kata Nita Yosita.
Menurut Nita, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harus mencermati faktor risiko inflasi 2015 dengan melakukan koordinasi intensif da komunikasi di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. "Koordinasi perlu ditingkatkan untuk menjaga inflasi tetap pada angka sasaran 4 plus minus satu persen," katanya.
Fenomena yang perlu dicermati lainnya pada awal 2015 adalah kenaikan harga gas LPG 12 Kg sebesar Rp1.500 per kilogram. Selain itu antisipasi gangguan kelancaran pasokan dan distribusi bahan pangan.
Selain itu perkuatan komunikasi dengan masyarakat perlu dimaksimalkan untuk menjaga ekspektasi masyarakat kenaikan harga di waktu yang akan datang terjaga. "Masyarakat juga perlu menjaga konsumsi secara bijak," katanya.
Sementara itu hingga akhir tahun 2014, tingkat inflasi Jabar berada di bawah inflasi nasional. Inflasi tahunan Jabar pada Desember 2014 tercatat 7,41 persen (yoy) sementara inflasi nasional tercatat sebesar 8,36 persen.
Inflasi di provinsi itu pada Desember 2014 masih mengalami tekanan yang cukup tinggi seiring dampai lanjutan dari adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM pada 18 November 2014 dan adanya ekspektasi kenaikan harga oleh sebagian besar konsumen di Jabar.
"Berbagai upaya pengendalian inflasi untuk meredam tekanan administered price maupun peningkatan harga pada beberapa komoditas pangan seperti cabe merah dan beras dapat dikatakan berjalan efektif," jelasnya.