REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akan membahas perubahan pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) sesuai perubahan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Dalam perubahan UU MD3 itu, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mendapat 21 jatah pimpinan AKD. Namun, perubahan pimpinan AKD baru akan mulai dibahas pekan ini oleh KIH.
Dari 21 jatah kursi pimpinan yang didapat KIH di AKD, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan mendapat sekitar 3 kursi. Hal ini dilihat dari proporsi jatah yang dimiliki PPP. Kursi pimpinan AKD yang didapat oleh KIH ini akan diserahkan pada PPP kubu KIH yaitu hasil muktamar Surabaya.
Sekretaris Jenderal PPP hasil Muktamar Surabaya, Arsul Sani mengatakan secara logika politik, KIH mendapat jatah 21 kursi pimpinan AKD. Dari 21 kursi itu menjadi hak PPP. Disini PPP yang dimaksud adalah PPP yang ada di kubu KIH, yaitu hasil muktamar Surabaya.
"Ini koalisi 5 partai, jatah 21 kursi ini jatahnya KIH, tentu untuk PPP yang ada di kubu KIH," kata Arsul di kompleks senayan, Senin (12/1).
Arsul menambahkan, saat ini belum ada pembahasan soal pembagian jatah kursi pimpinan di KIH. Menurut Arsul, PPP masih memungkinkan akan mendapat tambahan jatah kursi pimpinan lagi dari jatah fraksi Nasional Demokrat yang tidak diambil.
"Ada 3 kursi jatah Nasdem yang tidak diambil, mungkin akan diberikan pada PPP, PKB dan Hanura," imbuh Arsul.
Arsul menambahkan, PPP kubu Romahurmuziy (Romi) juga belum membahas kursi pimpinan AKD ini dengan PPP kubu Djan Faridz. Saat ini dualisme kepemimpinan PPP belum menemui titik temu. Namun, proses penyelesaian sudah sampai tahap proses pengadilan.
Ketua Fraksi PPP kubu Djan Faridz, Epiyardi Asdar mengakui bahwa dua kubu memang belum ada titik temu. Namun, seluruh anggota fraksi PPP sudah bekerja di DPR. "Suatu saat ada titik temu nanti, karena kami tidak ingin PPP hancur," kata Epiyardi usai sidang Paripurna.