REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil dua orang jenderal terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka Komjen Budi Gunawan.
Dua orang jenderal polisi yang dipanggil KPK hari ini adalah mantan Wakil Inspektorat Pengawasan Umum (Wairwasum) Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol Andayono yang sekarang menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Timur, dan mantan Kepala Biro Perencanaan dan Administrasi Inspektorat Pengawasan Umum (Karorenmin Itwasum) Polri Brigadir Jenderal (Purn) Heru Purwanto.
Selain itu, KPK juga memanggil Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan, serta akan memeriksa Wakil Kepala Polres Jombang, Komisaris Polisi Sumardji.
"Para saksi diperiksa untuk tersangka BG (Budi Gunawan)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Selasa (27/1).
Irjen Pol Andayono sebelumnya pernah dipanggil pada 20 Januari lalu tapi ia beralasan tidak bisa hadir karena harus kembali ke Balikpapan karena ada peristiwa kapal tenggelam sedangkan Heru Purwanto juga pernah dipanggil pada hari yang sama tapi tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan.
Namun belum diketahui apakah ketiganya memenuhi panggilan tersebut atau tidak. Meski sudah memanggil sejumlah saksi, baru satu orang saksi kasus ini yang diperiksa KPK yaitu pengajar Widyaiswara Utama Sespim Lemdikpol Inspektur Jenderal Purn Syahtria Sitepu
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pernah mengatakan bila para saksi dalam kasus Budi Gunawan tidak memenuhi panggilan kedua, maka panggilan pemeriksaan ketiga akan ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinato Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno.
Seperti diketahui, KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.