REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerima rombongan asosiasi perikanan dari Jawa Tengah dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) di kantornya, Senin (2/2). Menteri Susi juga menemui sejumlah LSM yang bergerak di bidang perikanan.
Kepada para nelayan, Menteri Susi mengungkapkan kerusakan lingkungan sudah parah lantaran penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, seperti pukat helda dan pukat tarik.
"Dasar Laut kita sudah jadi lapangan bola. Alat alat itu sudah mengambil semuanya. Terumbu, ikan kecil, semuanya," ujar Menteri Susi kepada para pimpinan asosiasi perikanan.
Dalam pertemuan ini, Menteri Susi berusaha memberikan pengertian kepada para asosiasi bahwa aturan yang dia keluarkan melalui Permen nomor 2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkap ikan trawl dan pukat tatik, adalah demi terjemahannya stok ikan di masa depan.
"Saat ini penjual rajungan di pinggir jalan Pantura tidak ada lagi. Ke mana udang kipas? Ke mana lobster warna hijau? Ke mana bawal putih pantura yang harganya dua kalinya bawal putih pantai selatan?" tanya Susi dengan nada emosi.
Semua itu, menurutnya, karena saat ini banyak nelayan yang sudah memakai cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Susi menyatakan, berdasarkan temuannya, bahkan saat ini banyak nelayan yang mengecilkan mata jaring.
"Karena ikan sudah semakin susah, mereka gunakan segala cara," katanya.
Menteri Susi menegaskan bahwa dalam membuat Permen nomor 2 tahun 2015 ini, tidak ada maksudnya untuk mematikan mata pencaharian nelayan. Dia mengajak para nelayan untuk menghidupkan kembali TPI di daerah kecil seperti di Pekalongan dan Tegal.
"Mohon maaf kalau saya berapi-api dalam menyampaikan. Bukan karena saya ingin menyejahterakan pihak tertentu. Saya tidak mencari keuntungan pribadi," lanjut Susi.