REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Indonesia mendesak Presiden Indonesia Joko Widodo melakukan reshuffle terhadap menteri-menteri yang berkinerja buruk selama 100 hari pertama masa pemerintahannya.
Koordinator Komite Aksi Perempuan (KAP), Dina Ardiyanti mengatakan dua menteri yang patut untuk direshuffle adalah Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohanna Yambise.
Menurutnya Menaker mendapat rapor merah karena beberapa alasan. Dalam kampanye Jokowi saat menjadi calon presiden (capres), kata dia, ia berjanji menjalankan program 'Tri Layak' yaitu hidup layah, upah layak, dan kerja layak.
"Tetapi Hanif sebagai pembantu presiden gagal menerjemahkan keinginan Jokowi untuk menerapkan program Tri Layak itu. Ketika pembantu presiden tidak mampu menerjemahkan dan menunjukkan kinerja yang baik ya lebih baik di rehuffle karena dia kan dipilih rakyat," katanya di Jakarta, Ahad (8/2).
Ia menyebutkan secara umum, buruh perempuan masih banyak bekerja dalam kondisi rentan seperti buruh perempuan yang bekerja di perkebunan, sektor industri, hingga garmen.
Para buruh masih mengalami kondisi kerja dan kondisi kesehatan yang buruk. Status kerja kontrak dan alih daya (outsorcing) menjadikan buruh perempuan tidak pernah mempunyai kepastian atas nasib mereka.
Harapan perubahan situasi pada pekerja rumah tangga (PRT) dan buruh migran pada Pemerintahan Jokowi juga berbuah kekecewaan ketika Hanif dinilainya melanggar visi misi Jokowi dalam Nawa Cita. Janji kampanye Jokowi-Jusuf Kalla dalam Nawacita yang akan memasukkan UU Perlindungan PRT juga tidak dilakukan oleh Hanif.
"Karenanya, kami mendesak Presiden Jokowi untuk memastikan Menaker bekerja sesua dengan visi misi, khususnya dalam konteks PRT di dalam negeri maupun luar negeri. Kami juga mendesak agar Jokowi segera mengganti Hanif bila ia tidak sungguh-sungguh bekerja menjalankan kewajibannya sesuai Nawa Cita," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Cedaw Working Group Indonesia (CWGI) Estu Fanani memberi rapor merah untuk Kementerian PPPA karena tidak mengimplementasikan kebijakan jender (gender) dalam program kerjanya.
Ia menyebutkan, Kementerian PPPA tidak memasukkan agenda membangun kemandirian di bidang politik perempuan dalam program kerjanya. Pemerintah juga dinilai pihaknya minim prestasi di bidang hukum terkait perempuan.
"Kementerian PPPA berkomitmen untuk mewujudkan sistem penegakan hukum yang berkeadilan dan dalam pengarusutamaan gender (PUG). Namun, komitmen tersebut tidak memiliki langkah strategis terhadap percepatan perubahan pada hukum yang responsif gender," katanya.
Pihaknya juga menilai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dinilai belum mengimplementasikan kebijakan gender dalam programnya.
"Menteri-menteri yang tidak memperjuangkan pemenuhan hak perempuan, buruh perempuan, hak minoritas dan masyarakat marjinal agar direshuffle," ujarnya.