REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris berpendapat, kasus yang menimpa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertujuan untuk melemahkan dan bentuk kriminalisasi terhadap lembaga antikorupsi tersebut. Sehingga terjadi kekosongan kepemimpinan KPK.
“Kasusnya itu kasus kecil dan tidak penting,” ujar Syamsuddin saat dihubungi ROL, Selasa (17/2).
Menurutnya, tidak hanya Ketua KPK Abraham Samad dan Wakilnya Bambang Widjojanto. Beberapa petinggi KPK lainnya juga akan ditersangkakan kepolisian. Sehingga KPK berada dalam kondisi kritis kepemimpinan.
Syamsuddin menjelaskan, tindakan kepolisian yang mentersangkakan beberapa petinggi KPK sudah jelas akan melemahkan KPK. Sebab, pimpinan yang sudah ditersangkakan harus berhenti sementara, dan kasus korupsi yang ditangani KPK melambat.
“Jelas ini pelemahan dan kriminalisasi terhadap KPK,” kata Syamsuddin Haris.
Ia menegaskan, presiden harus secepatnya mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengisi kekosongan kepemimpinan tersebut. Selain itu, panitia seleksi juga harus segera dibentuk.
Sebab menurutnya tidak mungkin KPK tidak mempunyai pemimpin. Karena fungsi pemimpin di KPK sangat penting terhadap penanganan kasus-kasus korupsi.
Setelah BW ditetapkan sebagai tersangka, Samad pun resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Selasa (17/2). Kasus yang disangkakan yakni pemalsuan dokumen.