Ahad 01 Mar 2015 15:54 WIB

Polisi Diperbolehkan Ubah Pasal Sangkaan BW

Rep: C82/ Red: Erik Purnama Putra
Anggota Tim Sembilan, Bambang Widodo Umar (kiri) di Istana Merdeka, Rabu (28/1).
Foto: Antara
Anggota Tim Sembilan, Bambang Widodo Umar (kiri) di Istana Merdeka, Rabu (28/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum wakil ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto (BW) memprotes adanya perubahan pasal yang disangkakan pada kliennya. Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan, perubahan pasal yang disangkakan, seperti yang terjadi pada BW merupakan hal yang diperbolehkan.

"Kalau ada perbuatan diduga pidana kemudian dipanggil dengan mencantumkan pasal tertentu kemudian diubah pasalnya boleh sebetulnya, asal penyidik itu menemukan tindak pidana yang betul-betul dalam kaitan masalah itu," kata Bambang di Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (1/3).

Dia enggan menyebutkan apa yang terjadi pada BW saat ini sebagai bentuk upaya kriminalisasi Polri. Bambang lebih memilih menyebut hal tersebut sebagai tuduhan yang alat buktinya tidak lengkap.

Kriminalisasi, lanjutnya, merupakan bentuk dari labeling terhadap sebuah perbuatan yang pada awalnya bukan tindak pidana, tapi kemudian ditentukan sebagai tindak pidana.

"Kalau istilah kriminalisasi tampaknya cukup luas, karena labeling itu ada kekuasaan tertentu. Jadi kriminalisasi itu ada kekuatan tertentu mempidanakan perbuatan yang sebetulnya bukan melanggar hukum," ujar pensiunan polisi tersebut.

Dia mengatakan, intuk mengatasi tuduhan yang alat buktinya tidak lengkap, maka butuh permintaan untuk dilakukan gelar perkara. Bahkan kalau ditemukan maladaminstrasi, bisa dilaporkan ke Propam.

"Itu sebagai upaya teknis untuk atasi kemungkinan dugaan belum lengkapnya alat bukti yang dituduhkan," kata anggota Tim Sembilan itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement