REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan kasus Nenek Asyani yang dituduh mencuri beberapa batang kayu sampai menempuh proses hukum. Sebab, kasus Asyani dinilai hanya merupakan kasus kecil yang seharusnya bisa diselesaikan di luar konteks hukum.
“Tapi ini kan sudah masuk meja persidangan, tinggal sekarang bagaimana hakim melihat dengan mata, hati dan pikiran yang lebih jernih,” ujar Komisaris Komnas HAM, Siti Noor Laila, saat dihubungi Republika Online (ROL), Jumat (13/3).
Menurutnya, dalam menghadapi kasus semacam ini, pihak yang berwajib sebaiknya melakukan berbagai pertimbangan. Beberapa pertimbangan itu di antaranya menyelidiki apakah yang dilakukan Nenek Asyani dapat dimasukkan dalam kategori illegal logging. “Padahal hanya tujuh batang kayu, Pak Hakim harusnya bisa melihat alat bukti untuk melihat kasus ini ada rekayasa atau tidak,” jelasnya.
Laila mengatakan, kasus Asyani sebenarnya dapat diselesaikan melalui cara-cara kekeluargaan. Kepolisian bisa melakukan mediasi atau melakukan komunikasi secara persuasif dengan kedua belah pihak. "Intinya seharusnya penegak hukum lebih bisa melakukan pendekatan-pendekatan persuasif, kecuali memang itu masuk dalam kategori kejahatan," jelasnya.
Nenek Asyani alias Bu Muaris, warga Dusun Secangan, Desa/Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo, harus berurusan dengan aparat berwajib setelah dituding mencuri kayu milik Perum Perhutani. Asyani dituduh mencuri kayu yang ditebang suaminya sendiri, yang bernama Sumardi sekitar lima tahun lalu di lahan milik sendiri.
Atas kasus yang menimpanya itu, Asyani sudah menjalani beberapa kali sidang di Pengadilan Negeri Situbondo. Pun sejak 15 Desember lalu, Asyani sudah dipenjarakan pihak berwajib. Selain terdakwa Asyani, kasus itu menyeret menantunya bernama Ruslan (23), tukang kayu Cipto (43), dan pengemudi pick up Abdus Salam (23).