REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Merah Putih (KMP) dinilai bukan lagi menjadi koalisi oposisi. Sebab, sebagai partai yang berada di luar pemerintahan Presiden Joko Widodo, KMP memposisikan diri sebagai mitra yang kritis bagi pemerintahan.
Bendahara Umum Golkar versi munas Bali, Bambang Soesatyo menegaskan selama ini hubungan KMP dengan Jokowi terjalin baik. Bahkan KMP yang mendukung Jokowi dalam kasus calon Kapolri Budi Gunawan (BG) dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P).
Namun belakangan ini, menurut Bambang, kisruh terjadi di internal partai politik akibat kebijakan menteri pembantu Jokowi. Ia menduga ada pihak yang sengaja menciptakan kekisruhan politik melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Golkar.
Menurut Bambang Soesatyo, kisruh ini seperti sengaja dilakukan untuk mencegah konsolidasi PPP dan Golkar dalam pilkada. Bahkan, sekretaris fraksi Golkar itu menilai ada pihak yang ingin memenangkan pilkada dengan cara kotor.
"Jika Pilkada dikuasai, akan lebih mudah menguasai pemilu 2019 nanti," kata dia di kantor fraksi Golkar, Senin (16/3).
Bambang menambahkan, pihak yang ingin mengambil keuntungan atas kisruh PPP dan Golkar ini juga diduga mendikte Presiden Jokowi. Sebab, Jokowi tidak bersikap apapun atas kisruh politik dan hukum yang terjadi di Indonesia. Akibatnya, banyak pihak menilai rakyat Indonesia hanya memiliki setengah Presiden. Hal inilah yang membuat sikap politik KMP menjadi mitra kritis Jokowi. "Kalau KMP semakin melekat, Presiden Jokowi tidak bisa didikte," tegas Bambang Soesatyo.
Kasus PPP dan Golkar akan terus diperjuangkan KMP agar tidak dikuasai oleh Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Sebab, kalau PPP dan Golkar sudah dikuasai oleh pihak tertentu, maka kontrol pihak tertentu semakin besar ke Jokowi. Bukan lagi setengah presiden, kata Bambang Soesatyo, tapi seperempat presiden. "Kita harus kembalikan Presiden pada kekuatan penuh," tegas dia.