REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Sumatera Barat melakukan pemeriksaan terhadap salah satu aktivis penggiatanti korupsi, Era Purnama Sari, Selasa. Direktur LBH Padang itu diperiksa sebagai saksi dalam laporan yang dilayangkan Hakim Sarpin Rizaldi.
Era yang datang bersama beberapa kuasa hukumnya mengaku hanya memenuhi surat pemanggilan No.Pol: S.Pgl/426/III/2015/Ditreskrimum tertanggal 12 Maret 2015. Era menuturkan, dirinya tidak datang untuk memberikan pernyataan atau keterangan. Sebab menurutnya surat panggilan yang dilayangkan terhadapnya cacat.
"Kedatangan saya hari ini hanya terkait pemanggilan sebagai saksi, dan bukan untuk memberikan keterangan apa-apa," kata Era di Ditreskrimum Polda Sumbar, Selasa (17/3).
Ia menjelaskan, ada dua poin penting yang dianggap tidak jelas dari surat panggilan terhadapnya. Pertama, tentang terlapor, dalam surat panggilan, tidak disebutkan secara jelas dan terang siapa terlapor dalam dugaan tindak pidana sebagaimana laporan polisi No. Pol.: Sp. Sidik/143/II/2015/Direskrimum tertanggal 27 Februari 2015. Menurutnya, hal tersebut penting mengingat profesinya sebagai advokat sekaligus pemberi bantuan hukum yang dijamin oleh UU.
Kedua, tentang peristiwa hukum. Dalam surat panggilan tidak menyebutkan secara jelas dan terang peristiwa hukum mana yang menjadi objek laporan.
"Saya minta kepada penyidik untuk memanggil saya kembali, dengan surat panggilan yang jelas dan terang," tutur Era.
Sementara itu, Kasubdit II Ditreskrimum Polda Sumbar, AKBP Yudistira yang menangani perkara ini menolak memberikan keterangan kepada wartawan terkait surat pemanggilan tersebut. "Saya tidak punya wewenang menjawab," ujarnya.
Sebelumnya, pada Jumat (27/2), Hakim Sarpin Rizaldi melaporkan dua dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari dan Charles Simabura dengan nomor LP/58/II/2015/SPKTSbr. Ia tak terima dengan pernyataan 'dibuang secara adat' yang dilontarkan keduanya.
Feri dan Charles menyatakan hal tersebut dalam aksi Gerakan Satu Padu (Sapu) yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Sumbar. Mereka kecewa dengan keputusan hakim Sarpin yang memutuskan penetapan status tersangka terhadap Komjen Budi Gunawan (BG) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah.
Sarpin merasa tidak terima dengan pernyataan tersebut. Salah satunya karena menjadi asumsi masyarakat luas terutama di media sosial dan seluruh Indonesia.