REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai usulan pencabutan kewarganegaraan terhadap warga Indonesia yang bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tidak efektif. Menurut Fadli, kebijakan tersebut tidak akan terlalu banyak berdampak pada pencegahan WNI untuk mengikuti ISIS.
"Bagi mereka yang percaya dan sudah terkena idologi itu maka status kewarganegaraannya tidak penting lagi, apakah WNI atau bukan," katanya di Gedung DPR, Kamis (19/3).
Fadli mengatakan, pemerintah seharusnya lebih fokus pada perbaikan berbagai upaya pencegahan. Salah satunya, yaitu dengan mengingatkan masyarakat, bahwa kelompok radikal seperti ISIS sangat berbahaya termasuk bagi agama Islam sendiri.
"Itu nggak efektif. Untuk pencegahan itu harus beri informasi, persuasi dan pemerintah harus proaktif, dalam hal ini lembaga terkait. Untuk antisipasi," ujarnya.
Untuk diketahui, pemerintah mulai mengkaji hukuman bagi warga yang bergabung dengan kelompok radikal seperti ISIS. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman menilai, perlu ada Undang-Undang yang mengatur hukuman terkait hal itu.
Menurut Marciano, sejumlah negara sudah memiliki aturan semacam itu. Warga yang ketahuan bergabung dengan kelompok radikal seperti ISIS dapat dicabut kewarganegaraannya.
Hal senada disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla. JK mengatakan tiap warga negara Indonesia yang ikut berperang untuk negara lain maka dapat kehilangan kewarganegaraannya. Hal tersebut sesuai dengan peraturan perundangan-undangan di Indonesia.
"Kalau dia ikut berperang dan itu suatu negara maka dia bisa kehilangan kewarganegaraan. Dia bisa kehilangan kewarganegaraan apabila dia berperang untuk negara lain. Itu undang-undang dasar," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Rabu (18/3).