REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengatakan perlakuan diskriminatif terhadap pemilik nama Muhammad dan Ali di autogate bandara Soekarno-Hatta (Soetta) tidak boleh dianggap remeh.
Ia mengatakan perlu adanya penanganan yang serius dari pemerintah, agar masalah ini tidak menimbulkan dampak negatif. Apalagi, ada beberapa kalangan yang tersinggung terkait masalah tersebut.
Menurutnya, kasus autogate di bandara Soetta tersebut telah banyak menarik perhatian. Bahkan ada yang menilai bahwa kejadian tersebut mengandung unsur kesengajaan.
"Kasus diskriminatif seperti ini harus segera dihentikan," tegasnya kepada Republika, Sabtu (21/3).
Pemerintah harus mereview perangkat lunak dalam autogate bandara. Semua warga negara harus diperlakukan sama tanpa memandang agama, suku, ras, budaya, apalagi nama.
"Di negara lain saja, nama Muhammad dan Ali tidak dipersoalkan. Kok di negara yang mayoritas Muslim seperti Indonesia malah muncul," jelasnya.
Ia melanjutkan, di Amerika terdapat seorang ulama Indonesia bernama Muhammad Shamsi Ali. Walaupun namanya mengandung kata Muhammad dan Ali, namun ulama ini cukup disegani.
Setidaknya, ulama tersebut sudah banyak mendapatkan penghargaan dari Amerika untuk kepeloporannya dalam bidang toleransi antar umat beragama.
Anggota Fraksi PAN ini menambahkan, hampir semua orang Islam Indonesia mengenal dan mengetahui nama besar Ustaz Shamsi Ali. Walau tinggal di New York, namun dia dikenal di berbagai negara bagian lain.
Ini artinya, nama Muhammad dan Ali justru bisa mendatangkan perdamaian dan pelopor inter-faith dialogue di negara lain.