REPUBLIKA.CO.ID,SITUBONDO--Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Dr Achmad Sodiki meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur, membebaskan Asyani (63) yang kini menjadi terdakwa dalam kasus pencurian kayu jati milik Perhutani.
"Hakim itu kan bijaksana, tergantung hakim. Penyelesaian seperti ini (lewat pengadilan) kurang tepat dan kurang manusiawi," katanya kepada wartawan sebelum menjadi saksi ahli di PN Situbondo, Senin.
Menurut dia, dengan barang bukti yang tidak jelas, kemudian Asyani ditahan beberapa bulan, sebaiknya pengadilan tersebut tidak diteruskan lagi atau tidak perlu dipaksakan.
Ia menyarankan kasus seperti yang dialami oleh Asyani diselesaikan secara musyawarah dan mufakat atau tidak perlu menunjukkan sikap yang represif.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya itu mengusulkan dilakukan restorasi dengan penanaman kembali lahan yang pohonnya ditebang. Hal itu bisa dilakukan oleh Perhutani sendiri atau oleh Asyani jika memang bisa dibuktikan dia bersalah.
"Lebih baik mengembangkan silaturahim antara Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan, misalnya lewat program CSR. Seberapa dirugikan Perhutani dengan kasus ini," katanya.
Sementara ahli politik agraria dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Noer Fauzi Rachman mengemukakan cukup banyak kasus di Indonesia mengenai praktik kriminalisasi terhadap rakyat.
"Dominasi pemegang kekuasan terhadap rakyat sudah waktunya dihentikan. Secara moral ini juga keliru karena nenek Asyani sudah tua seperti itu dan dia mengambil kayu di lahannya sendiri. Saatnya otoriter dihentikan, ini bukan zaman orde represif," katanya.
Dalam kasus pencurian kayu jati milik Perhutani itu, Nenek Asyani menjadi terdakwa bersama tiga orang, yakni Ruslan (menantu Asyani), Cipto (pemilik penggergajian kayu) dan Abdus Salam.