Selasa 31 Mar 2015 20:42 WIB

Organda: Tarif Angkutan Umum tak Dapat Ditentukan Sepihak

Rep: C97/ Red: Yudha Manggala P Putra
 Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (18/3).
Foto: Prayogi/Republika
Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Organda DPC Sleman, Juriyanto menyampaikan bahwa pihaknya sedang berkoordinasi dengan Organda DIY untuk menentukan tarif kendaraan. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak dirugikan oleh kenaikan BBM.

"Permasalahan tarif angkutan umum tidak dapat ditentukan secara sepihak. Jangan sampai masyarakat dirugikan, dan di sisi lain pengusaha juga harus dipihaki,” katanya, Selasa (31/3). Selama ini Organda telah beberapa kali melakukan penyesuaian tarif angkutan umum.

Seperti kenaikan sebesar lima persen, saat BBM naik pada Januari. Penyesuaian dilakukan kembali saat harga solar turun dari Rp 7.500 menjadi Rp 6.400 per liter. Namun pada kenaikkan kali ini, Organda belum memberikan keputusan terkait besaran penyesuaian tarif angkutan umum.

“Nanti akan kami sampaikan bagaimana sikap kami. Yang jelas kondisi ini menyudutkan kami,” paparnya

Sebelumnya, sejumlah sopir angkutan di Kabupaten Sleman meminta kejelasan penentuan tarif. Karena harga BBM yang fluktuatif ini dinilai merugikan pelaku jasa angkutan umum.

Jumadi (45) misalnya, sopir angkutan jurusan Jombor-Maguwoharjo, mengatakan dalam sehari ia bisa mengoperasikan angkutannya bolak-balik hingga empat kali. Dalam operasional tersebut, diperlukan 20 liter solar.

“Ketika BBM turun sedikit, kami diminta buru-buru menurunkan tarif. Tapi saat BBM naik, kami harus menunggu instruksi untuk menaikkan. Termasuk kenaikan kali ini, kami belum menaikkan tarif,” paparnya.

Menurutnya perubahan harga BBM ini sangat merugikan operator angkutan umum. Karena biaya operasional jadi naik. Ditambah hingga saat ini belum ada penentuan tarif yang jelas. Di sisi lain, melambungnya harga sparepart kendaraan pun harus ditanggung oleh operator.

Menurutnya sejauh ini mereka mematuhi pemerintah untuk tidak menaikkan tarif. Semestinya kebijakan ini diiringi  upaya pemerintah untuk menentukan kejelasan tarif.

Kenaikan harga BBM direspon berbeda oleh sopir angkutan antar kota antar provinsi. Sejumlah sopir mengaku terpaksa menaikkan tarif hingga Rp 1.000 untuk penumpang jarak jauh. Sopir bus jurusan Yogya-Semarang Ruri (35) terpaksa menaikkan tarif lantaran pengeluaran yang cukup besar yang harus ditanggung olehnya.

“Kecuali yang masih di dalam kota tidak kita naikkan. Jika dibandingkan dengan angkutan kota, pengeluaran kami lebih banyak,” ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement