Selasa 14 Apr 2015 21:54 WIB
Eksekusi Mati TKI

Tragis, WNI Dieksekusi Mati Arab Saudi Tanpa Pemberitahuan

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Angga Indrawan
Hukuman mati (ilustrasi).
Foto: Republika/Mardiah
Hukuman mati (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arab Saudi diam-diam telah melakukan eksekusi mati terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) bernama Siti Zaenab binti Duhri Rupa. Zaenab yang berasal dari Bangkalan, Madura dihukum mati di Madinah pada 14 April pukul 10.00 waktu setempat tanpa adanya pemberitahuan pada perwakilan Indonesia di Arab Saudi.

Melalui keterangan tertulis, Menteri Luar Negeri Retno Marsoedi menjelaskan, Konsulat Jenderal RI di Jeddah baru menerima informasi mengenai hal tersebut empat jam setelah hukuman mati atau qishas dijalankan. Informasi dari pengacara Khudran Al Zahrani mengenai telah dilaksanakannya hukuman mati (qishas) baru diterima perwakilan Indonesia di Saudi pada pukul 14.00 waktu setempat.

"Pemerintah Indonesia menyampaikan duka cita yang mendalam kepada sanak keluarga dan mengharapkan almarhumah mendapatkan tempat yang terbaik disisi Allah SWT," ucap Retno, Selasa (14/4).

Kendati demikian, dia mengatakan bahwa Indonesia tetap akan melayangkan protes pada pemerintah Arab Saudi atas peristiwa ini. Sebab, Pemerintah Arab Saudi tidak menyampaikan pemberitahuan kepada perwakilan Indonesia maupun pada keluarga mengenai waktu pelaksanaan hukuman mati tersebut.

Almarhumah Zaenab merupakan TKI kelahiran Bangkalan, 12 Maret 1968. Ia dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri pengguna jasanya, Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999. Zaenab kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999.

Setelah melalui serangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati pada Zaenab. Dengan jatuhnya keputusan qishas tersebut, maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Namun, pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil baligh.

Setelah dinyatakan akil baligh pada 2013, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi menolak memberikan pemaafan kepada Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013.

Mengetahui hal ini, pemerintah Indonesia berusaha membatalkan hukuman mati dengan memohonkan pengampunan dari keluarga korban. Berbagai upaya dilakukan pemerintah, mulai dari menyewa pengacara untuk mendampingi Zaenab, sampai melakukan pendekatan pada keluarga korban.

Tak hanya itu, sejak era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Indonesia juga telah mengirimkan surat resmi kepada Raja Saudi yang berisi permohonan agar Zaenab diberi pengampunan. Terakhir, pemerintah Indonesia juga telah menawarkan pembayaran diyat melalui Lembaga Pemaafan Madinah sebesar 600 ribu riyal atay sekitar Rp 2 miliar. Namun, upaya-upaya tersebut rupanya tak membuahkan hasil.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement