REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri memprotes keras tindakan Pemerintah Arab Saudi yang kembali melakukan eksekusi mati seorang WNI bernama Karni binti Medi Tarsim tanpa pemberitahuan.
Padahal, menurut Hanif, satu hari sebelum eksekusi, Karni masih dikunjungi oleh Konsulat Jendral Republik Indonesia selama 1,5 jam di penjara Madinah.
"Saat itu tidak diperolah informasi apapun mengenai kemungkinan dilaksanakannya hukuman mati, baik dari otoritas penjara maupun dari Karni," ujar Hanif melalui keterangan tertulis, Jumat (17/4).
Padahal, dalam etika hubungan diplomatik, Pemerintah Arab Saudi wajib memberitahu perwakilan Indonesia di negara tersebut mengenai waktu dan tempat pelaksanaan hukuman mati.
Hanif mengklaim, sebelumnya pemerintah telah melakukan semua upaya untuk membebaskan Karni dari ancaman hukuman mati, mulai dari melakukan diplomasi resmi sampai pendekatan informal kepada keluarga dan tokoh masyarakat setempat.
Namun, semua usaha itu rupanya tidak membuat pihak keluarga korban memberikan pengampunan pada Karni sehingga, ia tetap harus menjalani hukuman mati.
"Kita sangat sedih dan kecewa. Pemerintah sudah berupaya maksimal melindungi warganya, tapi pada akhirnya kita harus menghargai hukum yang berlaku di negara lain sebagaimana negara lain harus menghormati hukum di Indonesia," ujar menteri dari PKB tersebut.
Seperti diketahui, setelah melakukan eksekusi mati secara diam-diam pada Siti Zaenab, Pemerintah Arab Saudi kembali menghukum mati WNI tanpa pemberitahuan. Konsulat Jenderal RI di Jeddah menerima berita mengenai telah dilaksanakannya hukuman mati (qishas) terhadap seorang WNI bernama Karni binti Medi Tarsim pada Kamis (16/4).
Berita tersebut didapatkan dari Satuan Tugas Perlindungan WNI KJRI Jeddah yang berinisiatif untuk terus memantau penjara di Madinah dan Yanbu dimana terdapat WNI terancam hukuman mati berada.