Senin 20 Apr 2015 18:45 WIB

Kuasa Hukum Jero: Penetapan Tersangka Merupakan Objek Praperadilan

Rep: c28/ Red: Bilal Ramadhan
Mantan menteri ESDM Jero Wacik.
Foto: Antara
Mantan menteri ESDM Jero Wacik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kuasa Hukum Jero Wacik,  Hinca IP Pandjaitan, menyatakan, bahwa penetapan tersangka merupakan objek praperadilan berdasarkan RUU KUHAP Pasal 111 ayat 1.

Hinca, menyebutkan obyek penetapan tersangka di dalam ius constituendem yaitu dalam RUU KUHAP telah diakomidir. Hinca, menjelaskan, Dalam konteks perlindungan hukum terhadap Tersangka dari segala tindakan upaya paksa, tidak diragukan lagi bahwa penetapan Tersangka baik secara legal justice dan moral justice.

"Dapat diterima sebagai obyek praperadilan," kata Hinca di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/4).

Ia menyebutkan, bukti obyek penetapan Tersangka telah menjadi dasar putusan terdapat pada Praperadilan No.04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel atas nama Pemohon Komisaris Jenderal Polisi Drs. Budi Gunawan, S.H. Msi.

Perihal pasal tersebut maka Hinca, Jero Wacik meminta hakim memutuskan penetapan tersangka yang dilakukan KPK, berdasarkan (Sprindik) nomor Sprin.Dik-41/01/09/2014 tanggal 2 September 2014 KUHAP yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Pasal 421 KUHP adalah tidak sah" ujarnya.

Ia menambahkan, sprindik yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi itu mencantumkan nama tersangka. "Seharusnya tidak dicantumkan, karena penetapan tersangka bukan melalui sprindik melainkan surat penetapan tersangka," katanya.

Selain itu, atas penetapannya politisi Partai Demokrat (Jero Wacik)  tersangka dugaan kasus korupsi melalui surat perintah penyidik no: Sprin.Dik-41/01/01/2015 tanggal 27 Januari 2015 yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka oleh termohon dalam dugaan tindak pidana korupsi.

Di sisi lain, anggota Biro Hukum KPK, Yadyn menyatakan bahwa RUU KUHAP belum bisa dijadikan dasar hukum. Selain itu, menurutnya RUU KUHAP tersebut tidak bisa dijadikan sumber hukum untuk dapat mengabulkan dalil-dalil pemohon.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement