REPUBLIKA.CO.ID, RAMADI -- Pasukan militer Irak bertempur menyerang ISIS dari sebelah barat Ramadi pada Rabu (22/4). Mereka pun berhasil merebut kembali beberapa wilayah dari kelompok militan tersebut.
Pejabat keamanan mengatakan, ISIS didesak mundur dari Anbar saat operasi militer. Namun, mereka melakukan serangan jebakan, menggunakan penembak jitu dan serangan bom bunuh diri untuk menghalangi pasukan pemerintah merebut kembali wilayahnya.
"Kami terlibat dalam perang gerilya yang sulit di Ramadi," kata seorang personel keamanan Irak. Dia mengaku kesulitan karena militan telah menggali terowongan di antara rumah-rumah penduduk.
Terowongan tersebut digunakan ISIS untuk bersembunyi dan secara diam-diam melakukan serangan. Anggota Dewan Provinsi Anbar, Falih al Essawi mengatakan, pasukan keamanan mengambil kesempatan untuk merangsek maju sehingga terhindar dari penembak jitu.
Juru Bicara Kontraterorisme Irak, Sabah al Noamani mengatakan, pasukan berhasil merebut kembali pusat kota Ramadi. Tetapi militan belum sepenuhnya terusir dari kota tersebut.
"Tujuan kami adalah mendorong ISIS keluar dari pemukiman ke wilayah terbuka dan dengan mudah menjadi sasaran empuk," ujar dia. Dua pekan lalu, ISIS melanggar batas Ramadi.
Sebelumnya, pejabat setempat telah memperingatkan kelompok tersebut. Saat ini 100 ribu warga kehilangan tempat tinggalnya di ibu kota provinsi Anbar tersebut.
ISIS telah kalah telak saat terusir dari Tikrit. Tapi mereka masih memiliki kekuatan untuk menyerang Ramadi dan kilang minyak di Baiji. Akhir pekan lalu Pasukan Irak berhasil merebut kembali kilang minyak di Baiji. Namun mereka masih menguasai gerbang kilang minyak di selatan.
Pasukan Irak mengaku membutuhkan lebih banyak bantuan militer. Rusia berusaha membantu Irak dan Suriah dengan mempersenjatai mereka.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov mengatakan, ISIS merupakan kelompok militan yang juga menjadi ancaman utama bagi negaranya. "ISIS adalah musuh utama kami saat ini, bukan sekedar ratusan warga Rusia, Eropa, dan Amerika bergabung dengan ISIS," ujar dia. Rusia mengecam serangan udara yang dilakukan oleh koalisi AS terhadap ISIS di Irak dan Suriah.
Lavrov menyarankan agar AS bekerjasama dengan Presiden Suriah Bashar al Assad bertempur melawan ISIS. "Bantuan senjata pada tentara dan pasukan keamanan lebih efektif untuk membantu Irak dan Suriah daripada pihak lain," jelas dia.
ISIS juga menyerang Rusia di wilayah Kaukasus Utara dengan mayoritas penduduk muslim. Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa ISIS dapat menjadi senjata untuk melemahkan Rusia.