REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Perwakilan negosiator pembicaraan damai Afghanistan dan Taliban telah menyepakati pembukaan kembali kantor politik Taliban. Namun, perselisihan atas masalah pasukan asing masih menghambat prospek tercapainya gencatan senjata.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Senin (4/5), menguraikan kesepakatan dicapai oleh 40 delegasi dalam pertemuan informal. Pembicaraan mempertemukan perwakilan dari Taliban, pemerintah Afghanistan, dan perwakilan PBB dalam pertemuan dua hari di Qatar.
Delegasi sepakat, Taliban harus membuka kembali kantor politik di Doha. Sebelumnya kantor tersebut ditutup pada 2013, setelah membuat kehebohan. Saat itu, perwakilan Taliban mengangkat bendera mantan rezim mereka dalam upacara peresmian yang disiarkan televisi.
Pembukaan kembali kantor politik Taliban dilakukan dalam upaya memuluskan negosiasi. Negosiasi merupakan langkah menuju proses perdamaian antara Taliban dan pemerintah Afghanistan.
Pemimpin baru Afghanistan, Ashraf Ghani telah memprioritaskan negosiasi sejak menjabat tahun lalu. Namun, para delegasi Taliban meminta penghapusan nama pemimpin kunci Taliban dari daftar teroris PBB, sebagai syarat mereka ikut dalam perundingan.
Pembicaraan berlangsung di Al-Khor, Qatar selama dua hari sejak Sabtu (2/5). Sekitar 40 perwakilan ikut hadir dalam pembicaraan. Namun, masalah kehadiran pasukan asing di Afghanistan masih menjadi kendala utama pembicaraan. Pembicaraan rencananya akan dilanjutkan di masa mendatang.
Salah satu peserta dari Taliban mengatakan, delapan anggota delegasi Taliban telah mengadakan pembicaraan langsung dengan para pejabat Afghanistan. Pemerintah menurut Taliban, meminta mereka berhenti melakukan perlawanan.
"Delegasi Afghanistan dan Qayyum Kochai, menuntut kami berhenti berjuang dan mengumumkan gencatan senjata," katanya. Taliban menambahkan, mereka akan berhenti melakukan perlawanan jika pasukan asing meninggalkan Afghanistan.