REPUBLIKA.CO.ID, Nama Pepeng kembali diperhitungkan, bukan di panggung kesenian melainkan justru di panggung politik. Pepeng terdaftar sebagai calon legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada tahun 2004. Ia berada di urutan jadi, nomor satu, untuk daerah pemilihan Madura, Jawa Timur.
''Saya itu dari dulu memang dari keluarga aktivis politik, jadi dari SMP saya sudah menjadi orang yang mempunyai wawasan berpolitik. Berpolitik praktis sejak menjadi aktivis mahasiswa, tapi tidak ikut partai. Lalu pilihan saya jatuh pada PKS,'' tutur Pepeng yang masih masih segar bugar.
Menurutnya, pilihannya masuk PKS tak lain karena, ia melihat PKS memiliki konsep kesederhanaan dan kejujuran. ''Itu yang menjadi kesepakatan saya dan cocok dengan apa yang menjadi filosofi politik dan cara berpikir Islamnya. Islam itu kan benar-benar amat sangat sederhana. Allah tujuanku dan menjalankan amar ma'ruf nahi mungkar. Selesai! Nah, lalu perinciannya itu yang harus konsisten dan benar-benar istiqomah,'' jelas Pepeng sedikit serius.
Pernah bercita-cita jadi Presiden? Tanya Republika. ''Tidaklah. Saya tahu dirilah. Lucu kali ya kalau Anda jadi presiden? Ha... ha... ha....''
Itulah secuil wawancara khusus Republika dengan Pepeng. Dan setelah tak lolos jadi angota DPR RI, kabar yang cukup mengangetkan banyak orang dan juga para seniman, artis, dan juga awak media yang memang cukup dekat dengannya, takala Pepeng pada 9 November 2005 di vonis mengindap penyakit langka yang dikenal dengan nama multiple sclerosis (ms) yakni suatu penyakit yang menyerang sistem syaraf pusat yang mengakibatkan kelumpuhan. Komedian yang lahir di Sumenep, Madura,Jawa Timur 23 September 1954 ini pun akhirnya terbaring lemah di tempat tidurnya.
Pepeng lalu bercerita, tak kala Republika menemuninya dikediamannya di Kompleks Bumi Pusaka Cinere, Jalan Bumi IX No C98, Cinere, Depok, Jawa Barat (Jabar), pada 23 Maret 2011. Berawal pada bulan Juli 2005 lalu, kakinya mendadak tidak bisa digerakkan yang menyebabkan ia terjatuh. Segera ia dibawa ke rumah sakit. Sempat diduga ia menderita diabetes atau ada tulang saraf yang terjepit.
Akhirnya, Pepeng dibawa ke ahli saraf RSCM. Prof. Dr. dr. Yusuf Misbach, SpS. Ia menjalani serangkaian pemeriksaan dengan menggunakan MRI dan pengambilan cairan sumsum tulang belakang. Hasilnya, Pepeng positif terkena multiple sclerosis. Penyakit yang belum diketahui penyebabnya ini, datang dan pergi mengusik penderitanya.
Faktor emosi sangat berperan pada timbulnya penyakit ini. Itu yang dirasakan Pepeng. Hal sekecil apapun yang mengganggu pikirannya, akan membuatnya 'kambuh'. Jangankan kata-kata yang bisa menyinggung perasaan. ''Saya menonton televisi, acaranya tidak saya suka, maka penyakit ini timbul,'' ungkapnya.
Jika penyakitnya timbul, maka Pepeng merasa tegang hingga ke ruas lehernya. ''Saya tidak punya power. Tidak bisa bergerak,'' tegasnya. Masa kambuhnya bisa datang dua hari sekali bahkan sehari dua kali.
Pengobatan menjadi masalah tersendiri. Interferon beta, obat untuk penyakit ini hanya sanggup memperpanjang masa remisi penderita. Harganya pun mahal sekali, mencapai Rp 10 juta untuk setiap 15 hari. Pepeng yang sempat mencobanya, mengaku "berat".
Semangat yang dimiliki Pepeng mungkin salah satu faktor yang mempengaruhi kesembuhannnya. Ia tetap optimis melewati hari-harinya. Tidak ada kesan sedih apalagi putus asa dari nada bicaranya. Senyum dan tawa menyertai tiap ucapannya seperti Pepeng dalam kondisi sebelum sakit. Berbicara dengannya, seolah berhadapan dengan orang sehat, jika tidak memperhatikan kursi roda yang digunakannya. Pepeng berusaha tetap aktif melakukan kegiatannya.
Namun, walau sakit, Pepeng menatap hidup penuh semangat. ''Ini cobaan dariNya dan itu salah satu rasa sayang Allah kepada hambanya,'' ujarnya yang sepintas dari raut wajahnya tak tampak tanda-tanda kalau Pepeng dalam kondisi sakit, wajahnya ceria, segar. Sesekali ia membuat lelucon yang tak kuasa menahan tawa. ''coba bayangkan, Allah yang menyembuhkan. Malah dokter yang dapat duit,'' selorohnya
dengan delik matanya yang khas.
Menurut Pepeng kala itu, dalam kondisi sakit, keluarganyalah yang paling berjasa, khususnya sang istri. Tak ubahnya dokter pribadi istri selalu setia menemani, merawat dan mengobati lukanya. Pepeng menjelaskan kalau dalam tubuhnya ini ada tujuh lubang yang cukup besar.
Tapi, Pepeng punya cara sendiri bagaimana ia meredam rasa sakit yang tak terkira itu. Kalau tiba-tiba saja sakit, Pepeng memejamkan matanya sejenak lalu melafadzkan takbir. Ajaibnya, rasa sakit itu pun hilang. ''Kalau sampai keluar air mata, itu tandanya sakit sekali,'' terangnya.