REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta jika wacana revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada oleh DPR benar dilakukan, revisi harus dilakukan sesegera mungkin. Pasalnya, Peraturan KPU yang tengah dalam proses perundang-undangan ke Kementerian Hukum dan HAM harus segera dibukukan untuk disosialisasikan ke daerah.
"Kalau mau diteruskan (revisi) ya secepat mungkin, ekspres. Karena Pilkada tidak bisa berhenti, sudah jalan, biar orang tahu, tapi kalau dipepet-pepetin nanti, bisa berantakan," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, Jumat (8/5).
Hadar mengatakan KPU sendiri tidak mempermasalahkan wacana revisi UU tersebut. Begitu pun jika UU tersebut memang sudah direvisi, KPU tentu akan mengikutinya.
"Konsititusi kan bilang yang mengatur UU kan DPR bersama pemerintah. Jadi kami ya silahkan saja , kalau pun itu direvisi nanti diliat lagi, ya kami ubah, bukan hanya kami, siapapun harus mengikuti, cuma kami ingatkan lagi berulang kali soal waktu," kata Hadar.
Karenanya, Hadar mengingatkan agar permasalahan pencalonan tersebut tidak sampai menghambat tahapan dan jadwal Pilkada terutama tahapan pencalonan. Pasalnya, kata dia, jadwal tahapan juga sudah disesuaikan dengan jadwal pendaftaran calon perseorangan.
"Kami bilang nggak bisa ditunda lagi (PKPU), karena sudah harus dibutuhkan, kan kami harus memperhatikan calon perseorangan juga, mereka diatur dalam PKPU juga," ujarnya.
Sementara, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pada hari ini menyarankan KPU berkonsultasi ke Mahkamah Agung berkaitan dengan wacana DPR tersebut.
"Menurut saya KPU cukup berkonsultasi ke MA memastikan batas akhir putusan," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (9/5).
Ia berujar, baru setelah diketahui batas akhir putusan sengketa partai politik, KPU bisa melakukan penyesuaian tahapan yang ada dalam PKPU.