REPUBLIKA.CO.ID, Siang itu, ratusan pengungsi di Pelabuhan Kuala Langsa, Kota Langsa, Provinsi Aceh tampak bersuka cita. Selama sepuluh hari sejak kedatangannya di tanah Aceh, pengungsi Rohingya dari Myanmar maupun imigran dari Bangladesh mulai sedikit melupakan ketakutan selama terombang-ambing di lautan.
Cahaya berbinar mulai terlihat dari mata bocah-bocah Rohingya. Mereka pun tampak senang memainkan berbagai jenis permainan di dalam posko pengungsian. Sebagian lainnya tampak bercanda ria satu dengan yang lainnya.
Di bawah tenda, ibu-ibu terlihat mengawasi anak-anak mereka. Sesekali mereka melempar senyum kepada para relawan yang datang membagikan bingkisan berisi makanan. Begitulah potret kehidupan 682 pengungsi yang ada di pelabuhan sebelah timur kota Langsa.
“Semua orang di sini baik-baik, semua kebutuhan cukup. Makan cukup. Pakaian cukup. Semua ada,” ujar Mohammad Amin, salah satu penghuni, saat ditemui Republika, Sabtu (23/5).
Mohammad Amin mengaku sangat berterima kasih kepada pemerintah dan warga Indonesia. Sebab, mereka telah diterima dengan baik di Indonesia.
Amin berjanji tidak akan pernah melupakan kebaikan warga Indonesia yang telah menerima mereka. Kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian layak, dan tempat tinggal disediakan dengan baik. Setiap saat petugas di lokasi pengungsian selalu menanyakan kepadanya perihal kekurangan yang masih dirasakan para pengungsi.
Kepada Republika, ia membandingkan penerimaan warga Indonesia dengan negara lain. Penerimaan warga dan pemerintah Indonesia, kata dia, jauh lebih baik dari pada Thailand. Saat ia terdampar di perairan Thailand, ia tidak mendapat perlakuan baik.
Amin merupakan salah seorang dari 257 warga Muslim Rohingya yang melarikan diri ke Indonesia dan tiba di Pelabuhan tersebut sepuluh hari lalu. Selama perjalanan ia mengaku kekurangan bahan makanan dan minuman.
Amin tiba di Indonesia dengan menggunakan perahu kayu. Mereka ditolong oleh nelayan Aceh dengan kondisi kelaparan dan dehidrasi. “Kalau tak ada orang pancing itu, kita pastilah mati. Dua bulan lebih sepuluh hari di lautan,” ujarnya.
Hal serupa juga diungkapkan Mohammad Ali (28), pengungsi dari Bangladesh. Ia mengaku sangat berterima kasih kepada warga Indonesia karena telah mencukupi semua kebutuhannya untuk bertahan hidup. “Saya dulu belum tahu Indoenesia. Ternyata warga Indonesia baik,” ujarnya.
Saat ditemui, Ali sedang sibuk mengantri untuk mendapat pelayanan kesehatan. Ia dan ratusan warga Bangladesh lainnya sedang diberi vitamin untuk menjaga daya tahan tubuhnya.
Berbeda dengan warga Rohingya, warga Bangladesh sebanarnya hendak menuju Malaysia untuk mencari pekerjaan. Mereka berharap sampai di negeri Jiran dengan kapal kayu.
Sementara itu, pencukupan kebutuhan dasar para pengunsi Myanmar maupun imigran Bangladesh menjadi prioritas bagi pemerintah Indonesia. Tugas untuk menyediakan kebutuahan makanan dan pakaian secara langsung dikelola oleh Dinas Sosial Pemerintah Kota Langsa.
“Kami bertugas di dapur dan menjaga barang keluar masuk,” ujar pihak Dinas Sosial Pemerintah Kota Langsa, Mursyidin Budiman.
Berbagai jenis bantuan yang masuk ke pada pengungsi harus melalui ‘meja’ dinas sosial. Hal itu ditujukan agar tidak ada jenis bantuan yang menumpuk atau sebaliknya. Saat ini, stok makanan dan minuman untuk para pengunsi masih cukup. “Stok masih cukup kira-kira untuk seminggu ke depan,” katanya.
Hingga saat ini, kata dia, antusiasme warga terhadap para pengungsi sangat tinggi. Berbagai bantuan berupa makanan, minuman, pakaian, dan kebutuhan lain terus berdatangan. Berbagai lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan juga terus berdatangan menawarkan berbagai bantuan.
“Kita bertugas memastikan kebutuhan para pengungsi tercukupi semuanya,” kata Mursyidin.