Rabu 10 Jun 2015 19:13 WIB

KPK tak Khawatir dengan Inpres Perlindungan Pejabat

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Ilham
Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi memberikan keterangan keada wartawan kronologi pembatalan penahanan Ketua KPK non-aktif Abraham Samad di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/4).(Republika/Agung Supriyanto )
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi memberikan keterangan keada wartawan kronologi pembatalan penahanan Ketua KPK non-aktif Abraham Samad di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/4).(Republika/Agung Supriyanto )

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tak risau atas rencana penerbitan instruksi presiden (Inpres) tentang perlindungan hukum bagi pejabat bidang infrastruktur. KPK menilai, Inpres tersebut tak akan menghambat KPK untuk menjerat siapapun jika memang ditemukan indikasi terjadinya korupsi.

Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Johan Budi mengatakan, Inpres tidak bisa melindungi pihak yang terbukti melakukan tindak pidana. "Kalau ada unsur melawan hukum, unsur tindak pidana, penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan suatu proyek, maka pejabat yang bersangkutan tetap bisa ditindak," kata dia di gedung KPK, Rabu (10/6).

Inpres perlindungan pejabat di bidang infrastruktur itu sedang digodok Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Inpres dimaksudkan untuk memberi payung hukum untuk melindungi pejabat sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan.

Johan berpendapat, Inpres tersebut tidak melindungi pejabat di bidang infrastruktur dari jerat hukum. Jika dalam pengerjaan proyek ditemukan indikasi penyalahgunaan wewenang atau apapun yang menyebabkan kerugian negara, maka KPK tetap akan bisa mengusutnya.

Salah satu poin, Inpres itu disebutkan bahwa KPA atau pejabat terkait bisa menunjuk langsung perusahaan yang mengerjakan proyek tanpa melalui proses tender. Menurut Johan, hal itu bukan berarti pasti ada tindak pidana korupsi dalam mekanisme penunjukan langsung. "Kalau ditemukan alat bukti tindak pidana korupsi tetap bisa diusut," ujar dia.

Namun, dalam beberapa kasus yang pernah ditangani KPK, banyak tersangka yang terjerat karena melakukan kecurangan dalam proses tender. Kecurangan itu berupa suap dari pihak swasta kepada KPA untuk memuluskan pemenangan tender. Sementara dalam Inpres, justru proses tender akan dihilangkan. Penunjukan ini dinilai justru memperbesar potensi terjadinya korupsi dengan penyalahgunaan wewenang.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang memproduksi Inpres tersebut. Inpres ini dibuat agar pejabat infrastruktur merasa aman untuk mengambil kebijakan yang mendukung percepatan pembangunan infrastruktur.

Semua lembaga hukum terkait dilibatkan dalam penggodokan aturan tersebut, kecuali KPK. Johan membenarkan hal tersebut. "Sepertinya tidak (dilibatkan)," kata Johan.

Dalam Inpres tersebut, pemerintah juga merencanakan untuk menyusun ketentuan agar kementerian atau BUMN bidang infrastruktur dapat mengambil keputusan tentang pelaksanaan suatu proyek tanpa menunggu peraturan presiden (Perpres).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement