REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki mewacanakan pemberian kewenangan kepada lembaga tersebut untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Bahkan, mantan ketua KPK ini pun mendorong agar wewenang mengeluarkan SP3 menjadi salah satu poin pembahasan revisi UU KPK. Aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun mengatakan tidak tersedianya wewenang SP3 justru menjadi salah satu ukuran kehati-hatian dan efektivitas KPK dalam menangani perkara.
Buktinya, menurut Tama, hampir semua tersangka yang ditetapkan KPK mendapatkan vonis bersalah di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor). "Itu kan salah satu faktornya, nggak ada SP3 tadi. Sehingga dalam melakukan penyelidikan, dia (KPK) betul-betul hati-hati," ujar Tama S Langkun, Kamis (18/6) saat dihubungi.
Akan tetapi, lanjut Tama, ketiadaan wewenang SP3 justru menjadi pembeda KPK daripada lembaga-lembaga penegak hukum lainnya, semisal Kepolisian dan Kejaksaan. Dengan diberi wewenang tersebut, justru alasan eksistensi KPK patut dipertanyakan.
"Kalau kemudian KPK bisa menghentikan penyidikan, apa bedanya kemudian KPK dengan lembaga penegak hukum lainnya?" kata Tama.