REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan dapat menolak pengajuan pengunduran diri kepala daerah menjelang pemilihan kepala daerah serentak. Menurutnya, Kemendagri dapat menolak pengunduran diri kepala daerah jika DPRD tidak memberikan persetujuan.
"Bisa (menolak). Apalagi DPRD tidak setuju, apa boleh buat," kata Tjahjo di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (18/6).
Namun, sambung Tjahjo, jika DPRD memberikan persetujuan terhadap pengajuan pengunduran diri, maka Kemendagri pun harus menyetujui pengajuan tersebut. Selama ini, terangnya, kepala daerah yang mengajukan permohonan pengunduran diri tidak pernah menyebutkan alasannya. Tjahjo pun mencontohkan Bupati Kutai Timur Isran Noor yang mengajukan pengunduran diri tanpa disertai alasan.
Saat ini, terdapat tiga kepala atau wakil kepala daerah yang mengajukan permohonan untuk mundur. Yakni, Wali Kota Pekalongan Basyir Ahmad, Bupati Ogan Ilir Mawardi Yahya, dan Wakil Wali Kota Sibolga Marudut Situmorang. Kemendagri pun tengah meminta alasan pengajuan pengunduran diri tersebut.
"Walaupun tidak tersurat tapi dari sumber yang saya dapat, ya saya pending dulu, tunggu dulu MK bagaimana," tambah Tjahjo.
Menurut Tjahjo, pengajuan pengunduran diri itupun tak sesuai dengan etika politik yang seharusnya menjabat selama lima tahun. "Kecuali dia berhalangan tetap. Ini tidak berhalangan tetap tapi dia punya maksud tertentu, kan gak baik mengorbankan tata pemerintahan. Nggak ada sanksi memang," ucap dia.
Seperti diketahui, sejumlah kepala dan wakil kepala daerah berniat untuk mengundurkan diri demi memuluskan niat keluarganya agar dapat maju dalam pemilihan kepala daerah. Langkah ini pun juga dinilai dilakukan untuk menyiasati undang-undang.
Undang-undang tersebut yakni Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang menyebutkan calon kepala/wakil kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana.
Dalam penjelasan pasal itu disebutkan, konflik kepentingan itu berarti petahana berhubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu. Kecuali, telah melewati jeda satu kali masa jabatan.