REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesia Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menyebut mantan koruptor yang maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) tidak boleh dipilih. Ini merupakan bentuk hukuman dari masyarakat bagi seseorang yang pernah menyalahkan jabatan demi kepentingan pribadi.
"Menurut saya, mantan koruptor tidak boleh dipilih dalam Pilkada nanti," kata Erwin kepada ROL, Jumat (31/7).
Ia mengatakan tidak ada jaminan mantan koruptor yang ikut Pilkada tidak akan mengulanginya kembali di kemudian hari. Selain itu perlu juga hukuman secara sosial dengan tidak memilih agar kejahatan tersebut menjadi ancaman menakutkan bagi para pejabat pemerintahan. Mereka dinilainya telah merugikan rakyat dan harus mendapatkan balasan dari masyarakat untuk tidak mendukung.
Walaupun secara hukum, ujarnya, mantan koruptor memiliki hak untuk mencalonkan diri. Namun pencalonan ini bukanlah soal hukum yang dikedepankan. Melainkan persoalan membangun politik yang beradab.
Menurutnya, sangat tidak etis mantan koruptor yang pernah merugikan rakyat dan negara kembali menginginkan posisi yang sama. Tidak ada pihak yang dapat menjamin mereka tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.