Selasa 04 Aug 2015 12:27 WIB

PDIP: Penundaan Pilkada Surabaya Langgar UU

Red: Bilal Ramadhan
Bakal calon Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (kedua kiri) dan wakilnya Wisnu Sakti Buana (kanan) melambaikan tangan kepada wartawan seusai menjalani tes kesehatan di Graha Amerta, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (28/7).
Foto: Antara/Herman Dewantoro
Bakal calon Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (kedua kiri) dan wakilnya Wisnu Sakti Buana (kanan) melambaikan tangan kepada wartawan seusai menjalani tes kesehatan di Graha Amerta, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya menilai penundaan Pilkada Surabaya 2015 karena calon tunggal oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat melanggar UU 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Adi Sutarwijono, di Surabaya, Selasa, mengatakan karena KPU Surabaya sudah menunda Pilkada dari 2015 ke 2017, maka pihaknya minya penjelasan lebih dahulu kepada publik, bagaimana mengatasi ketentuan pasal 201 dan 202 UU 8/2015 yang isinya sangat telak, jelas dan tegas.

"Kenapa KPU di pusat dan daerah tidak pernah transparan kepada publik, bahwa ada ketentuan yang tidak bisa diingkari pada Pasal 201 dan 202 UU 8/2015, dimana ketentuan itu telah dilanggar oleh Peraturan KPU 12/2015 pasal 89A ayat 3? Mengapa KPU pura-pura tidak tahu atas ketentuan tersebut dan hanya berbicara tentang opsi penundaan tahun 2017 untuk daerah yang mengalami calon tunggal?," tanyanya.

Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya ini menjelaskan pada pasal 201 UU 8/2015 menegaskan bahwa Pilkada 2015 untuk daerah yang masa jabatan kepala daerah-wakil kepala daerahnya habis tahun 2015 dan antara Januari-Juni 2016.

Sedangkan pada pasal 202 UU 8/2015 menegaskan, bahwa Pilkada 2017 untuk daerah yang masa jabatan kepala daerah-wakil kepala daerahnya habis tahun 2017 dan antara Juli-Desember 2016.

Menurut dia, dengan kondisi seperti itu, akan rusak negara, pemerintahan, rezim pemilu di negeri ini jika KPU membuat aturan tersendiri yang melanggar Undang-Undang di atasnya, dan kemudian menimbulkan sendiri kewenangan yang tidak diatur oleh Undang-Undang.

Adi menjelaskan karena masa jabatan wali kota-wakil wali kota Surabaya habis tanggal 28 September 2015, maka satu-satunya momentum Pilkada adalah digelar tahun 2015. Tidak ada aturan di UU 8/2015 yang memberi ruang regulasi bagi pemindahan waktu Pilkada dari 2015 ke 2017, kecuali alasan-alasan luar biasa yang telah ditetapkan seperti bencana alam, kerusuhan, dan lainnya yang spesifik.

Seharusnya dalam kondisi saat ini, kata dia, KPU tidak mengobral pernyataan tentang penundaan Pilkada, melainkan menyarankan pada Pemerintah untuk mencari terobosan hukum. Untuk itu, lanjut dia, yang tepat di situasi saat ini, KPU hanya menghentikan tahapan pemilihan, yakni tidak bisa melanjutkan dari tahap pendaftaran ke tahap penetapan calon.

"Karena apa? Untuk penetapan calon kepala daerah-calon wakil kepala daerah, KPU terikat oleh Pasal 52 ayat 2, bahwa KPU menetapkan minimal dua pasang calon," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement