REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah mengeluarkan Perppu dalam menentukan nasib tujuh daerah yang terancam ditunda, dinilai hanya bagian dari kompromi politik. Kompromi politik dalam Perppu disebut milik Mendagri dan sejumlah partai politik.
"Perppu itu kan karena kompromi-kompromi politik, akhirnya dibuatlah perppu," kata pengamat politik LIPI, Indria Samego, saat dihubungi Republika, Rabu (5/8).
Menurut Indria, dengan dimunculkannya wacana Perppu, partai seolah-olah merasa dirugikan jika calon mereka tidak ikut dalam pilkada. Sebab, dalam dua tahun selama penundaan, partai -partai tersebut khawatir popularitas calonnya akan menurun.
"Mesti ditunda. Jangan diubah-ubah, harus konsisten. Ini kan hanya kepentingan elite. Bagaimana jadinya kalau sedikit-sedikit perppu, sangat berbahaya," jelasnya.
Menurutnya, setiap kebijakan pasti ada sisi negatif dan positifnya. Jika dengan Perppu, kata dia, dasar hukumnya lebih kuat karena sama dengan undang -undang. Namun, sambungnya, jelas terlihat seolah -olah partai mau menang sendiri. Kegagalan memunculkan pemimpin merupakan kegagalan partai.
"Karena ini tanggungjawab partai," jelasnya.