Sabtu 15 Aug 2015 07:38 WIB

Wagub DKI Minta Ada Payung Hukum untuk Ojek

Rep: C26/ Red: Yudha Manggala P Putra
Penyedia jasa melayani penumpang di pangkalan Ojek Syariah, Jalan KH Abdullah Syafi'ie, Tebet Barat, Jakarta.
Foto: dok Republika
Penyedia jasa melayani penumpang di pangkalan Ojek Syariah, Jalan KH Abdullah Syafi'ie, Tebet Barat, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat  meminta pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemhub) segera membuatkan payung hukum bagi keberadaan ojek di Jakarta. Pasalnya moda transportasi ini makin ramai menyusul adanya ojek online, Go-Jek dan Grab Bike.

Menurut Djarot, Kemhub bisa merevisi atau menyempurnakan Undang-Undang (UU) No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam UU tersebut tidak diatur tentang keberadaan ojek sebagai salah satu moda transportasi umum.

“Harus ada penyempurnaan UU. Ini sudah dalam persaingan dan harus dikontrol. Kita juga nggak tahu berapa kebutuhan ojek di DKI,” katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (14/8).

Payung hukum berupa UU, ujar dia dapat membantu perusahaan ojek melihat kebutuhan pengemudi ojek di lapangan. Paling tidak dapat lewat UU dapat membuat pemetaan terhadap kebutuhan ojek di Jakarta.

Mantan Wali Kota Blitar ini juga menilai keberadaan ojek di DKI Jakarta sangat membantu dan cukup dibutuhkan. Keberadaan ojek yang semakin ramai tidak membuatnya khawatir menjadi penyebab kemacetan.

Ia menyebut perusahaan aplikasi ini sudah menghitung kebutuhan ojek bagi warga Jakarta yang menginginkan waktu tempuh cepat.

“Mereka pasti sudah menghitung. Masalahnya, Go-Jek landasan hukumnya belum ada. Tapi ojek itu dibutuhkan di DKI. Sangat membantu. Usul saya kepada Kemhub segera bahas aturan angkutan ojek,” ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement