REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat pertahanan UGM, Prof Dr Armaidy Armawi merespon positif program tersebut. Ia menilai program bela negara mampu menumbuhkan kepedulian dan nasionalisme generasi muda. Selain itu juga dapat mendukung upaya pertahanan negara.
“Program ini diperlukan sebagai bagian dari proses mewujudkan ketanahan nasional. Apalagi melihat luas wilayah dan penduduk yang banyak. Hanya saja implementasinya harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah,” katanya.
Armaidy menururkan kewajiban bela negara telah termuat dalam Pasal 27 ayat 3 UUD 1945. Pada pasal tersebut menyatakan setiap warga negara berhak dan wajib ikut dalam upaya pembelaan negara. Menurutnya, pelaksanaan fungsi pertahanan negara merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, tidak terkecuali warga negara.
Sehingga sebagai bagian dari kekuatan nasional, sudah sepatutnya rakyat turut serta dalam upaya pertahanan negara. Keterlibatan warga negara secara langsung dalam program ini diharapkan dapat mendukung optimalisasi pertahanan negara di masa mendatang.
“Rakyat bisa menjadi kekuatan pengganda bagi komponen utama pertahanan negara yaitu TNI, bukan sebagai wajib militer. Fokusnya pada penanaman cinta tanah air dan patriotisme, bukan persiapan militer untuk perang, ” paparnya.
Program bela negara ini dapat menjadi solusi dalam memperkuat pertahanan di tengah keterbatasan jumlah personil TNI. Keberadaan rakyat sebagai pengganda kekuatan ini akan menghasilkan daya yang lebih besar.
Pasalnya saat ini Indonesia hanya memiliki sekitar 500 ribu tentara aktif dalam pertahanan negara. Sementara idealnya, sebuah negara memiliki pasukan kemanan sebanyak satu hingga dua persen dari total jumlah penduduknya.
“Untuk mencapai jumlah itu tentunya membutuhkan biaya besar. Tetapi melalui program bela negara ini rakyat sebagai komponen cadangan bisa mendukung kekuatan utama pertahanan negara. Lewat langkah ini operasional pertahanan negara pun bisa berjalan lebih murah,” urai Kepala Prodi Ketahanan Nasional Sekolah Pascasarjana UGM ini.