REPUBLIKA.CO.ID,NAYPYIDAW -- Myanmar sedang bersiap menghadapi pemilihan umum bersejarah pada 8 November mendatang. Namun, komunitas Muslim disana seolah-olah tidak disertakan dalam proses pemilu.
"Ini bentuk rasisme dan diskriminasi agama," kata Ketua Partai Demokrasi dan Hak Manusia Myanmar Kyaw Min seperti dilansir Onislam.net, Selasa (20/10).
Pria berusia 70 tahun itu menegaskan orang tuanya lahir di Myanmar sejak Inggris memerintah. Ia mengaku telah memberikan semua catatan yang masih disimpan, akan tetapi ia masih ditolak untuk mencalonkan diri sebagai salah satu kandidat presiden.
"Saya berdiri sebagai kandidat dan menang pada pemilu taun 1990, tapi sekarang mereka bilang saya bukan orang Myanmar," ujar Min.
Kondisi tersebut mulai memicu sentimen anti Muslim yang seakan dicanangkan politisi nasionalis Buddha dan para biksu beraliran adikal.
Bahkan, Aung San Suu Kyi, pemimpin oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menjaga jarak dari kantung-kantung kampanye pertamanya di negara bagian Rakhine.
Pemenang Nobel ini mendapat kritik di panggung internasional untuk kegagalannya mengurus kekerasan kepada warga Rohingya.
Win Htein, seorang anggota parlemen senior, telah mengakui ada alasan politis yang dipaksa partai Suu Kyi untuk tidak menyebutkan nama calon Muslim dalam pemilu.
"Kami memiliki kualifikasi kandidat Muslim, tapi kita tidak bisa memilih mereka karena alasan politik. Jika kami memilih kandidat Muslim, Ma Ba Tha menunjuk jari mereka pada kami, sehingga kami harus menghindarinya," kata Htein.