REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyertaan Modal Negara (PMN) bagi BUMN yang besar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, dinilai belum mencerminkan program yang fokus pada pro rakyat.
Anggota Komisi VIII DPR RI Fikri Faqih menilai PMN sebesar Rp 48,38 triliun seharusnya bisa dialokasikan untuk program yang lebih dirasakan rakyat.
"Anggaran yang sangat besar tersebut seharusnya dialokasikan untuk program-program pro rakyat, sehingga mampu meningkatkan daya beli di tengah tekanan ekonomi yang berat," katanya, Jumat (30/10).
Politikus PKS itu menilai, PMN yang diberikan kepada BUMN selama 2015 telah meningkat sangat besar mencapai Rp 46,27 triliun. Sayangnya, hal tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kinerja dan dividen BUMN.
"Roadmap pengembangan BUMN juga belum didesain secara komprehensif dan kokoh," ujarnya.
Ia juga mengkhawatirkan penurunan subsidi energi listrik kepada PLN sebesar Rp 12 triliun yang dapat menjadi alasan bagi pemerintah untuk menaikkan Tarif Tenaga Listrik (TTL). Demikian juga alokasi untuk subsidi BBM, LPG Tabung 3 kg, dan LGV yang turun sekitar Rp 7 triliun.
"Oleh karena itu, Fraksi PKS menolak penurunan subsidi jika kemudian diikuti dengan kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik, harga BBM bersubsidi, dan harga gas rumah tangga yang akan menyebabkan rakyat kecil semakin sengsara," jelasnya.
Fikri mengkritisi rencana pengesahan RAPBN 2016 yang secara umum hasil pembahasannya tidak kredibel dan masih banyak kelemahan. Penurunan pertumbuhan disertai dengan merosotnya kualitas pertumbuhan ekonomi selama ini telah menghambat perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan rakyat.