REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Badrodin Haiti telah menandatangani Surat Edaran (SE) ujaran kebencian atau hate speech. Surat edaran tersebut ditandatangani pada 8 Oktober lalu dengan nomor SE/06/X/2015.
Namun, Badrodin membantah jika surat edaran tersebut bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Pasalnya, berbagai pihak menilai SE tersebut dapat menghambat jalannya demokrasi. "Justru ini melindungi Hak Asasi Manusia," ujar mantan Kapolda Jawa Timur itu, saat dihubungi ROL, Ahad (1/11).
Menurut Badrodin, hidup berdemokrasi bukan berarti bebas tanpa aturan. Demokrasi juga memiliki batasan agar tidak melanggar hukum. Pasalnya, jika tidak ada batasan maka berpotensi melanggar HAM. "SE ini supaya anggota tidak ragu-ragu mengusut hal kebencian yang disebarkan oleh seseorang," kata Badrodin.
Badrodin mengatakan, terdapat arahan yang jelas dalam surat edaran tersebut tentang bagaimana polisi melakukan penindakan hukum. Polisi juga dapat menganilisa terkait berbagai pernyataan di media sosial apakah mengandung unsur yang menyebarkan kebencian.
Pria kelahiran Jawa Timur itu menuturkan, surat edaran tersebut juga tidak serta-merta ditanda tanganinya. Pembahasan sudah lama dilakukan di lingkungan Mabes Polri. Berbagai seminar dilaksanakan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat.
Bentuk ujaran kebencian yang dimaksud dalam surat edaran tersebut diantaranya yaitu, pada Nomor 2 huruf (f) disebutkan bahwa ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP.
Kemudian, surat edaran tersebut menjelaskan terkait ujaran kebencian yang dilakukan melalui media. Misalnya, dalam orasi kegiatan kampanye, spanduk atau banner, jejaring sosial, penyampaian pendapat di muka umum, ceramah keagamaan, media massa cetak atau elektronik dan pamflet.