REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Angka partisipasi yang ditargetkan oleh KPU sebesar 77,5 persen tidak terpenuhi. Rendahnya partisipasi bukan hanya disebabkan oleh penyelenggara Pilkada, tetapi juga peserta dan keadaan sosial yang berlangsung.
KPU tahu betul bahwa target partisipasi tinggi untuk mewujudkan agar pemimpin terpilih benar-benar berasal dari mayoritas suara rakyat. Legitimasi yang kuat dapat dijadikan dasar menjalankan pemerintahan daerah yang efektif dan bertanggungjawab.
Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengungkapkan, semakin rendahnya partisipasi dari waktu ke waktu disebabkan tiga faktor utama.
Baca: Pilkada Tangsel Didapati Pemilih 'Siluman'
Pertama, terbatasnya pilihan pasangan calon dari yang diajukan partai politik. Mayoritas daerah Pilkada yang hanya diikuti oleh 2-3 pasangan calon tidak secara maksimal mengakomodasi aspirasi masyarakat pemilih.
"Arah partai politik dalam mendukung pasangan calon yang populer dan bermodal besar pada akhirnya berujung pada jumlah pasangan calon yang terbatas sehingga mengurangi jumlah perbincangan antara kandidat dan masyarakat," kata Masykurudin, Jumat (11/12).
Kedua, lanjut dia, perbedaan antara janji kampanye dengan realitas politik nasional. Mayoritas materi kampanye pasangan calon adalah pemberantasan korupsi, pengelolaan pemerintahan yang transparan dan pengalokasian anggaran yang memihak rakyat.
Akan tetapi janji kampanye ini tidak sebangun dengan apa yang terjadi di tingkat nasional. Praktik-praktik korupsi yang terjadi terus-menerus sepanjang tahun memberikan keraguan tertentu kepada masyarakat akan terjadinya pemerintahan yang benar-benar bersih.
Terakhir, turunnya aktivitas sosialisasi dan pendidikan pemilih oleh penyelenggara Pilkada. Persepsi masyarakat terkait bahan kampanye yang disediakan oleh KPU masih dipahami secara politis dilakukan oleh pasangan calon, sementara jumlah kegiatan sosialisasi tatap muka oleh penyelenggara Pilkada berkurang.
"Aktivitas sosialisasi dari KPU yang berkurang berdampak kepada turunnya jumlah aktor, tokoh dan pegiat pendidikan pemilih di masyarakat sehingga ajakan untuk datang ke TPS menggunakan hak suaranya menjadi berkurang," jelas dia.